Selasa, 30 Desember 2008

BUDE IS GURUKU 2

Tengah aku berkata dalam hati, Bude Is mengambil sabun cair lalu dituangkan ke tanganku.
"Untuk apa Bude?" tanyaku.
Bude menyuruhku menggosok badannya, menggosok payudaranya. Kemudian disuruh menggosok perutnya, pusarnya. Terus balik ke payudaranya, sampai ke ketiak-ketiaknya. Kulihat ketiak Bude ada bulu. Bulunya sedikit dan halus. Sementara itu, dia terus menggosok paha dan kemaluanku. Aku rasa geli-geli enak. Sshh.., desisku menahan rasa nikmat dan geli.
Kain basahan mandinya dibuka sekarang. Tanggal semua. Tenggorokanku terasa kering tiba-tiba. Aku menelan ludah. Sshh.., geramku. Aku belum pernah melihat perempuan telanjang di depanku. Adikku pun belum pernah melihatku lihat telanjang. Bude menyuruhku menggosok bawah pusarnya. Awalnya aku rasa tidak mau. Malu aku rasanya. Aku tatap wajahnya.
Bude berkata, " Gosoklah di bawah perut Bude. Nggak apa-apa. Bude nggak marah kok." Aku pun menggosok kemaluan Bude. Tapi aku tidak lihat di situ. Malu aku.
Aku tidak melihat apa pun. Tanganku gemetaran ketika aku mulai meraba kemaluannya. Rasanya kemaluannya agak kesat. Aku rasa itu bulu kemaluannya. Bude Is merapatkan dadanya ke wajahku. Wajahku menempel di antara dua payudaranya. Puting payudaranya berwarna merah kehitaman. Aku tidak berani lihat ke bawah, aku malu melihat kemaluannya. Aku tahu ada banyak bulu disana. Ihhh.., geram aku. Lagi pula aku takut Bude marah. Bude menggosok aku, aku pun menggosok dia.
Bude menyuruhku meremas-remas payudaranya. Rasanya kenyal- kenyal empuk. Kulihat Bude Is memejamkan mata. Dadanya bergemuruh berdegup kencang seperti orang habis berlari kencang. Kemaluanku makin kuat dipegangnya. Bude menyorong tarik batang kemaluanku. Ketika aku menggosok kemaluannya, dan meremas payudaranya, menghisap puting payudaranya, kurasakan kenikmatan tersendiri. Kenyal dan lembut terasa di mulutku. Aku ikuti apa yang disuruh Bude.
Tidak lama setelah itu, Bude menarik tanganku dan meletakkannya ke bawah perutnya. Bude menyuruhku memainkan daging sebesar kacang tanah. Bude menyuruhku menguit-guit. Aku pun mengnarik- narik daging kecil yang sudah agak keras itu. Tapi aku belum juga berani melihat ke bawah.
Bude bilang, " Kalau nggak mau melihat, aku boleh tutup mata."
Aku memainkan daging kecil itu dengan tangan kiri. Disodorkanya payudaranya ke mulutku dan disuruhnya menghisap putingnya. Sedangkan tangan kananku dibawanya meremas payudaranya yang di sebelah kanan. Aku hanya mengikuti. Bude pun meneruskan mengurut-urut dan mengocok-ngocok kemaluanku. Lama juga kami melakukan itu. Terasa nikmat bagiku.
Tiba-tiba aku mendengar Bude Is menarik nafas dalam- dalam. Panjang sekali. Dia memeluk tubuhku. Ditekannya payudaranya ke tubuhku. Aku lemas karena didekap kuat. Badannya tegang mengeras, seperti orang ngejan.
Dia melenguh seperti orang sakit kepala, "Uhh.. sstt..!" mulutnya mendesis seperti orang menahan rasa perihnya luka.
Disuruhnya aku menggosok daging kemaluannya lebih cepat. Aku pun lebih cepat memaikan dan menggosoknya.
Aku mengangkat wajahku. Tapi ditekannya lagi ke dadanya lebih kuat. Digosok- gosokannya wajahku di payudaranya. Aku rasa aku seperti mau lemas. Aku pun menghisap kuat puting payudaranya. Tanganku sebelah lagi terus meremas payudaranya. Tidak lama setelah itu aku mendengar Bude Is mengerang, seperti orang yang telah lega. Letih nampaknya.
Lalu dia mandi menyiramkan air ke tubuh indahnya. Kain untuk penutup badan yang tergeletak di lantai dibilas dan digantung di kamar mandi. Dia keluar memakai Handuk. Dia masuk duluan ke dalam kamar. Berkemben handuk saja. Aku masih di kamar mandi menyiram badan menghilangkan busa sabun. Kemaluanku tegang dan merah karena digosok Bude Is tadi. Setelah mandi terus melap badan dan masuk ke dalam kamar untuk mengenakan baju baru yang dibelikan Bude tadi.
Ketika aku masuk dalam kamar, kulihat Bude Is bersandar di dinding tempat tidur. Dia masih memakai handuk. Matanya terpejam. Seperti orang letih saja. Diam. Aku merasa takut juga. Boleh jadi perbuatanku tadi membuat Bude Is tidak suka.
"Marahkah Dia..?" tanyaku dalam hati.
Aku pun naik ke atas tempat tidur, duduk dekatnya.
Kutanya, "Bude marah ya..?"
Matanya membuka memandangiku. Dia tersenyum. Rambutnya wangi.
"Nggak." katanya.
Dirangkulnya aku menempel ke tubuhnya. Wajahku dekat ke lehernya. Diusapnya punggungku, seperti berbagi rasa sayang padaku. Hatiku sangat senang sekali.
Bude Is bilang, "Luka Andi sudah baik..?"
Aku mengangguk dan balik bertanya, "Tadi kenapa Bude seperti orang sakit?"
"Apa Bude sakit..?"
Dia menggelengkan kepala, katanya, "Kalau tidak ada orang membantu Bude seperti Andi perbuat tadi, kepala Bude terasa sakit. Badan Bude terasa lemas." katanya.
"Bolehkah Andi menolong Bude?" kutanya.
Lalu dia menjawab, "Entahlah. Kalau Andi nggak cerita sama orang lain, Andi boleh nolong Bude untuk nyembuhkan sakit kepala Bude." katanya.
Kujawab, "Andi sumpah nggak cerita pada siapa pun Bude. Andi sumpah. Betul..!"
"Benar ya Ndi..?" Bude menatap wajahku.
Dia tersenyum seperti tidak percaya. Aku sangat kasihan melihat Bude. Aku mengangguk.
Kemudian dia berkata, "Bude mau minta tolong sama Andi untuk mijitin badan Bude, boleh nggak? Capek jalan- jalan tadi," katanya.
Aku mengangguk. Bude Is pun memposisikan badannya untuk telentang. Di punggungnya diletakkan bantal. Disuruhnya aku mengambil minyak yang dibeli tadi di pinggir ranjang dan duduk di sebelah kanannya. Dituangkannya di telapak tangannya. Aromanya wangi. Dia menyuruhku untuk menyingkap handuk di dadanya. Kubuka, terpampang payudaranya seperti gunung. Putingnya merah coklat.
Dia menyuruhku memijat seperti di dalam kamar mandi tadi. Aku lakukan. Dia menyuruhku meremas-remas dan memainkan putingnya. Lama-kelamaan putingnya menjadi keras. Mata Bude Is terpejam seperti orang tidur. Lama aku berbuat begitu. Aku hanya diam saja memperhatikan mimik wajah Bude. Kemudian dia menyibakkan handukku. Dipegang-pegang dan diremas-remasnya kemaluanku, kemudian diurut-urutnya. Aku merasa nikmat. Aku merasakan kemaluanku tegang. Minyak itu melicinkan kemaluanku. Aku merasa kemaluanku makin tegang dan makin panjang. Kepalanya tersa mengembang.
Kemudian dia menyuruhku mengelus perutnya. Perutnya agak gemuk. Ouuh.., lembut dan kenyal. Dia menyuruhku memutar-mutar jari telunjuk kananku di pusarnya. Sedangkan tangan kiri meremas-remas payudaranya. Kadang aku putar- putar puting payudaranya. Aku melakukannya agar Bude Is sembuh dari sakit kepalanya. Lagian dia baik hati. Kami pun tinggal berdua saja. Kalau dia sakit, pada siapa kuminta tolong antar ke rumah sakit. Semua itu menjadi pikiran bagiku.
Setelah itu Bude Is menyuruhku membuka handuknya lagi. "Andi tolong urut paha Bude, yaaa..!" lembut suaranya.
Waktu aku menyibakkan handuknya, aku melihat bulu hitam kemaluan Bude Is. Uhh.., geramku. Tidak pernah aku melihat bulu kemaluan perempuan sebelumnya.
Aku melihat wajahnya. Dia melihat wajahku.
"Andi, pijitin paha Bude, ya..?"
Lalu dia meneteskan minyak dalam botol tadi ke tanganku. Aku melihat paha Bude putih dan mulus, bagus sekali. Betisnya padat, licin dan putih, seperti kapas. Aku pura-pura tidak meliat bulu kemaluannya. Lebat. Hitam. Banyak di bawah perutnya, seperti jambang. Kuraba bulunya. Halus. Lembut. Kemaluannya tertutup oleh ketebalan bulunya.
Kemudian Bude Is membuka pahanya. Aku malu untuk melihat.
Bude pun berkata, "Andi lihatlah..! Ada belahannya kan..?"
Aku diam saja, karena belum pernah melihat kelamin perempuan. Kulihat wajahnya. Bude meremas-remas kemaluanku. Aku merasa nikmat. Dia menyuruhku mengurut pangkal pahanya. Tangan Bude Is mengurut-urut batang kemaluanku. Kadang-kadang diremasnya batang kemaluanku pelan- pelan. Enak sekali rasanya. Geli bila kena kepala kemaluanku di jarinya.
"Andi lihat nggak celah rambut kemaluan Bude, ada air nggak..?" kata Bude.
Jadi sekarang kuberanikan untuk melihat dekat-dekat. Dia yang menyuruh. Kusibakkan bulu vaginanya, nampak ada alur panjang dari atas ke bawah. Di celah kemaluan itu ada air. Aku mengangguk.
"Andi sibakkanlah dan buka belahan itu, lihat di sebelah atas ada daging sebesar kacang goreng, ada nggak..?" dia tanya padaku.
Huhh.., aku geram sekali. Selama hidup aku tidak pernah melihat kemaluan perempuan yang dewasa seperti Bude Is. Tapi sekarang Bude menyuruh melihat punyanya. Aku tidak tahu mau berbuat apa. Tidak pernah sekali pun melihat itu.
Sebelum aku menyibakkan kulit yang dia bilang itu, aku melihatnya dulu betul- betul. Ketika kusibak bulunya, aku melihat kemaluan Bude seperti terbelah dari atas memanjang ke bawah. Ada jalur. Panjang. Seperti mulut bayi tembam. Seperti bukit kecil. Tapi jalur yang terbelah itu tertutup rapat. Tidak kelihatan apa- apa. Aku bilang, " Nggak ada Bude. Nggak ketemu." Bude Is ketawa. Dia berkata dengan suara lemah lembut, "Andi, lihatlah dekat- dekat..!"
Kemudian kusibakkan kulit itu kiri-kanan, terbukalah kemaluannya. "Udah nampak belum..?" katanya Menggigil juga tanganku ketika aku mengusik kemaluannya seperti yang dia suruh. Aku pun membuka dengan ujung jari. Aahhhk.., ketika terbuka aku kaget. Rupanya, dalam kulit luar ada kulit lagi. Warnanya merah. Memang ada air. Aromanya aneh dan enak. Aku belum terbiasa dengan aroma itu. Aku mainkan dan sibakkan. Berlendir. Melekat di jariku. Rupanya di dalamnya ada lidah, di kiri dan di kanan. Kusibakkan lagi, nampak di bawah seperti ada lubang. Kecil saja. Rasanya lembek. Seperti daging kecil.
Kemudian aku bertanya, "Ini dia Bude..?"
Dia menjawab, " Bukan. Bukan di bawah. Tapi diatass..,"
Aku melihat ke sebelah atas. Kusibakkan lagi. Kutekan baru kelihatan daging kecil menonjol.
"Haha.. itulah yang Bude maksud..!" kata Bude. "Pintar kamu Ndi.." katanya lagi.
Aku senang karena berhasil menemukannya. Kutekan sedikit dengan dua jempolku. Kulit luarnya masuk ke dalam. Tonjolannya seperti kemaluan kucing. Luarnya dibungkus kulit. Pendek saja ukurannya, tapi kelihatan. Sepertinya keras. Memang ada daging sebesar biji kacang goreng.
Aku mengangguk lagi, "Ada Bude..!" kataku.
"Ya, itulah itil kepala bawah Bude. Namanya itil atau kelentit. Andi mainkan seperti mainkan puting susu Bude tadi, ya... Nanti dia akan keras. Mainkan perlahan- lahan ya. Nanti akan berkurang sakit kepala Bude. Andi lakukan lah yaaa..!" Bude Is seperti minta tolong kepadaku.
Aku pun menuruti kemauan Bude. Ada aroma lagi datang dari kemaluan Bude Is. Aku senang aromanya. Makin kumainkan klitoris Bude, makin kuat aromanya. Enak sekali. Sepertinya wangi sabun dan bau agak mentega bercampur menjadi satu. Ingin rasanya aku mencium lebih dekat ke kemaluan Bude.
"Ada air liur keluar di bibirnya, Bude." kataku.
Bude menjawab, " Nggak apa-apa, Andi mainkanlah terus sampai Bude puas." katanya lagi. Aku melihat Bude Is rilek saja. Matanya tertutup rapat. Nafasnya kencang. Tangannya memegang sprei ranjang dan diremas-remasnya.
"Sakit Bude..?" kutanya dia.
Dia hanya menggelengkan kepala, " Nggaak..!" katanya pelan.
"Andi lakukan terus sampai Bude bilang berhenti." katanya lagi.
Aku terus melakukannya.
Lama-lama kurasakan paha Bude Is meregang. Betisnya mengeras. Jari kakinya juga meregang. Dia mengerang, " Uuhh.., hhhmm.., iss.. isshh..! Enaak Ndi..!" katanya, "Gosok dengan kencang Ndiii..!"
Aku pun mengikuti. Aku pun ingat waktu dulu. Ibu menyuruhku memijat kepalanya. Aku pun disuruh menggosok, tapi di dahinya. Ibu pun bilang enak juga. Tapi Bude Is agak lain. Dia menyuruhku memainkan kepala kecil di dalam kemaluannya. Kelentitnya. Ku dengar nafasnya makin kencang, kepalanya digelengkan ke kiri dan ke kanan. Dia menyuruhku meremas buah dadanya kuat-kuat. Aku meremas.
Tidak berapa lama kulihat Bude agak lega. Kemudian Bude membuka matanya, dan senyum padaku. Aku pun tersenyum.
"Udah sembuh sakit kepala Bude..?" kutanya.
Dia menjawab, " Belum seberapa hilangnya. Sekarang coba Andi telungkup di atas badan Bude, bolehkan..?" katanya.
Aku pun bertanya, "Telungkupnya gimana Bude..?" kataku.
Bude Is pun memegang pinggulku. Ditariknya aku ke atas dadanya. Dia menanggalkan handukku. Aku pun telanjang sudah, dan aku telungkup, pinggulku di atas dadanya. Kepalaku tepat di atas kemaluannya. Ahhk.., aroma kemaluanya enak sekali.

0 komentar: