Sabtu, 23 Januari 2010

Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Tinjauan Mata Kuliah
Mata kuliah Evaluasi Pembelajaran ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang berstatus sebagai tenaga pendidik yang selama ini sudah melaksanakan pembelajaran. Salah satu persyaratan untuk lulus dalam program studi di FKIP.
Uraian dan contoh dalam mata kuliah ini, dikaitkan dengan masalah yang dihadapi di sekolah terutama masalah penilaian. Di sana-sini disampaikan kritikan mengenai pelaksanaan penilaian di sekolah, maksudnya tidak lain untuk menggugah tenaga pendidik dan petugas yang terkait dengan mata kuliah ini, agar secara bersama mengadakan peningkatan kualitas, karena hasil pengukuran adalah satu indikator untuk menentukan kualitas lulusan atau SDM.
Juga mata kuliah ini menyinggung penilaian kegiatan yang secara langsung tidak terkait dengan proses pembelajaran. Akan tetapi dengan dilaksanakannya otonomi daerah sudah pasti PEMDA membuat kegiatan atau proyek atau program yang seluruhnya menjadi tanggung jawab daerah. Para pendidik tidak mustahil diikutsertakan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Sebelum melakukan kegiatan tersebut, Anda perlu mengetahui rambu¬-rambu keberhasilan suatu proyek atau program.
Sejalan dengan uraian di atas, mata kuliah ini menghendaki agar mereka yang telah lulus akan mampu:
1. menjelaskan hakikat evaluasi pembelajaran,
2. melaksanakan penilaian terhadap semua kegiatan yang dibina dan dikembangkan di sekolah,
3. mengembangkan alat ukur (tes dan non-tes) untuk berbagai keperluan khususnya untuk keperluan pembelajaran,
4. menstandarisasikan alat ukur tersebut khususnya tes yang mengukur proses berpikir untuk keperluan sekolah dan lingkungannya,
5. mengolah hasil pengukuran menjadi suatu hasil penilaian yang dapat dimanfaatkan atau ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terkait seperti, guru, kepala sekolah, penilik/pengawas, peserta didik, orang tua, penanggungjawab kegiatan dan seterusnya sampai pada pcngambil kebijakan di pusat dan daerah,
6. melaksanakan pendekatan penilaian sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan.
Untuk mencapai tujuan di atas mata kuliah ini terdiri dari 9 modul atau 3 SKS. 2 SKS bersifat umum dan 1 SKS bersifat khusus bidang studi yang relevan. Beban yang berat ini akan menjadi ringan jika Anda selalu belajar dalam kelompok dengan membuat rencana pertemuan yang teratur dan terus menerus dalam satu semester. Jika memungkinkan kegiatan kelompok pada waktu tertentu dibimbing oleh seorang tutor yang menguasai teori dan praktek penilaian baik di sekolah maupun dalam penilaian proyek.
Sekiranya ada kesulitan dalam mempelajari modul ini, para penulis dan petugas FKIP UT bersedia membantu. Silahkan menghubungi melalui berbagai media yang sudah terpasang di UT. Akhirnya belajarlah dengan tekun dan teratur, cennati semua materi yang dibahas, kerjakan semua latihan dan tes formatif. Semoga Anda berhasil dengan cemerlang dalam mata kuliah ini.

Selamat belajar.


Modul 1: HAKIKAT EVALUASI PEMBELAJARAN
Kegiatan Belajar 1
Pengertian Tes, Pengukuran, dan Penilaian
Kegiatan belajar ini memberi pengertian yang tepat mengenai tes, pengukuran, dan penilaian, sehingga pemakaian istilah yang salah kaprah dapat Anda perbaiki.
Pelaksanaan pengukuran dan penilaian sejak awal perkembangan kebudayaan manusia sudah terjadi, namun pengembangan alat ukur (tes) yang layak dipercaya belum terjadi sebelum abad kedua puluh.
Pengembangan alat ukur harus didasarkan pada tujuan pembelajaran, dan tujuan pembelajaran tidak lepas dari tujuan pendidikan nasional.
Alat ukur, pengukuran, dan penilaian yang dikembangkan dan dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran akan berdampak pada pemberian bantuan yang tepat kepada peserta didik dalam rangka meningkatkan kualitas Manusia Indonesia
Kegiatan Belajar 2
Pengelompokan Alat Ukur
Kegiatan belajar kedua ini membicarakan alat ukur yang digunakan dalam penilaian yaitu alat ukur tes dan non-tes. Pengelompokan tes didasarkan pada jawaban yang diharapkan yaitu mulai dari jawaban yang tertutup sampai dengan jawaban yang terbuka. Atas dasar pengelompokan tersebut dalam pendidikan dikenal tes objektif, tes jawaban singkat, tes penyelesaian masalah, dan tes uraian. Masing-masing bentuk tes ini memiliki ragam. Untuk tes objektif pilihan ganda ragamnya adalah 5 yaitu melengkapi pilihan, hubungan sebab akibat, analisis kasus, melengkapi kompleks (berganda) dan membaca gambar/grafik/tabel/diagram. Sedangkan tes uraian ragamnya uraian terbatas/terpimpin/ tertutup dan uraian terbuka. Bentuk yang di sebutkan di ataslah yang banyak digunakan di sekolah untuk mengukur kemampuan berpikir.
Alat ukur untuk menentukan kemampuan dalam ranah afektif dan psikomotor digunakan format observasi, angket, dan wawancara. Format observasi sangat banyak ragamnya, masing-masing disesuaikan dengan tujuan observasi, waktu yang tersedia dan tersedianya pelaksana (SDM) yang sesuai.
Kualitas hasil penilaian tergantung pada prosedur pemilihan yang ditempuh, teknik pelaksanaan yang dipilih dan pendekatan penilaian yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Asmawi Zainul, Noehi Nasoetion. (1993). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Ditjen Dikti.

De Balssie, R.R. (1974). Measuring and Evaluating Pupil Progress. New York: MSS Information Corporation.

Ebel, R.L., Frisbie, D.A. (1986). Essential of Educational Measurement. New York: Prentice Hall.

Gronlund, N. E. (1976). Measurement & Evaluation in Teaching (3rd Ed.). New York: Macmillan.

Hopkins, K.D., Stanley, J. C. (1981), Educational and Psychological Measurement and Evaluation (6th Ed). New York: Prentice Hall.

Jones, M.J. ( TT). Structuring Question and Question Papers.

Lien, A. J. (1975). Measurement and Evaluation of Learning. Iowa: Wm. C. Brown.

Marzano, R.J. et. Al. (1989). Dimensions of Thinking: A Frame Work of Curriculum and Instruction. Alexandria Semline.

Newby, A. C. (1992). Training Evaluation Handbook. Gower, Hants (England).

Noehi Nasoetion. (1995). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Ditjen Binbaga Islam.

Noehi Nasoetion, et. al. (1999). Evaluasi Pengajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Payne, D.A. (1974). The Assessment of Learning Cognitive and Affective. Lexington, D. C.: Heath.
Piter Salim. (1985). The Contemporary English – Indonesia Dictionary. Jakarta: Modern English Press, Lancashire (England).

Rae, L. (1991). How to Measure Training Effectiveness (3rd Ed.). Hampshire (England): Gower.

Stock, J. et.al. (1987). Assessment and Evaluation in Training. Lancashire (England): The Parthenon.

Washton, N. S. (1974). Teaching Science. New York: David McKay.

Modul 2: PENGEMBANGAN TES URAIAN
Kegiatan Belajar 1
Mengapa Tes Uraian?
Kalau Anda ingin menggunakan salah satu bentuk tes, apakah tes uraian atau tes objektif pahamilah terlebih dulu keunggulan dan kelemahan tes tersebut. Jika Anda telah menentukan pilihan untuk menggunakan salah satu bentuk tes tersebut maka manfaatkanlah keunggulan tes tersebut dan tekanlah seminimal mungkin kelemahannya.
Tes uraian memiliki beberapa keunggulan, jika dibandingkan dengan tes objektif antara lain: tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir tinggi, tepat digunakan untuk melatih siswa dalam mengemukakan dan mengorganisasi gagasan atau ide, serta lebih cepat dan mudah membuatnya. Tetapi tes uraian mempunyai kelemahan antara lain: hanya sedikit materi yang dapat ditanyakan untuk satu waktu ujian, adanya unsur subjektivitas dalam pemeriksaan hasil pekerjaan siswa, sulit memeriksa hasil pekerjaan siswa, sering terjadi hallo effect, carry over effect, dan order effect.
Sedikitnya materi yang ditanyakan untuk satu waktu ujian dapat diatasi dengan tidak menggunakan tes uraian terbuka, tetapi menggunakan tes uraian terbatas. Penggunaan tes uraian terbatas ini sekaligus akan dapat mengurangi unsur subjektivitas dalam pemeriksaan karena dengan tes uraian terbatas maka jawaban siswa sudah lebih terarah pada apa yang dikehendaki oleh penulis butir soal. Hallo effect dapat diatasi dengan memeriksa hasil ujian siswa tanpa nama, sedangkan carry over effect dapat diatasi dengan memeriksa nomor per nomor butir soal untuk keseluruhan siswa. Order effect dapat diatasi dengan tidak memaksakan diri untuk terus memeriksa manakala kita sudah merasa jenuh untuk memeriksa.
Kegiatan Belajar 2
Bagaimana Menulis Tes Uraian?
Keterampilan menulis tes yang baik (baik tes uraian maupun tes objektif) sangat diperlukan agar dapat menghasilkan tes yang baik. Secara garis besar tes uraian dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tes uraian terbuka (Extended respons question) dan tes uraian terbatas (Restricted respons question). Tes uraian hendaknya digunakan untuk mengukur hasil belajar yang kurang tepat atau tidak dapat diukur dengan tes objektif. Jangan gunakan tes uraian hanya untuk mengukur proses berpikir rendah tetapi gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang kompleks. Tes uraian terbuka tepat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menghasilkan, mengorganisasi, dan mengekspresikan ide; mengintegrasikan pelajaran dalam berbagai bidang; membuat desain eksperimen; mengevaluasi manfaat suatu ide; dan sebagainya. Sedangkan tes uraian terbatas tepat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menjelaskan hubungan sebab akibat, menerapkan suatu prinsip atau teori, memberikan alasan yang relevan, merumuskan hipotesis, membuat kesimpulan yang tepat, menjelaskan suatu prosedur, dan sebagainya. Beberapa hal yang perlu Anda perhatikan dalam menulis tes uraian adalah sebagai berikut.
1. Tulislah tes uraian berdasarkan perencanaan tes (kisi-kisi) yang ada.
2. Gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang kurang tepat atau tidak dapat diukur dengan tes objektif.
3. Gunakan tes uraian terbatas untuk menambah sampel yang dapat ditanyakan dalam satu waktu ujian.
4. Gunakan tes uraian untuk mengungkap pendapat, tidak hanya sekadar menyebutkan fakta. Untuk itu gunakan kata tanya seperti: jelaskan, bandingkan, hubungkan, simpulkan, analisislah, kelompokkanlah, formulasikan, dan lain sebagainya. Hindarkan penggunaan kata tanya seperti: sebutkan, karena kata tanya seperti itu biasanya hanya meminta siswa untuk menyebutkan fakta saja.
5. Rumuskan butir soal dengan jelas sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.
6. Usahakan agar jumlah butir soal dapat dikerjakan dalam waktu yang telah ditentukan.
7. Jangan menyediakan sejumlah pertanyaan yang dapat dipilih oleh siswa.
8. Tuliskan skor maksimal yang dapat diperoleh siswa pada setiap butir soal.

Setelah menulis butir soal, penulis diwajibkan untuk membuat pedoman penskoran sebagai berikut.
1. Apa jawaban terbaik dari pertanyaan tersebut? Jika ada jawaban lain maka jawaban tersebut harus ditulis.
2. Tandai butir, kata kunci atau konsep penting yang harus muncul pada jawaban tersebut.
3. Adakah butir, kata kunci atau konsep yang lebih penting dari yang lain?
4. Beri skor pada setiap butir, kata kunci, atau konsep yang harus muncul pada jawaban tersebut.
5. Butir, kata kunci, atau konsep yang lebih penting dapat diberi skor lebih dari yang lain.

Sebelum digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa maka tes uraian yang selesai ditulis harus ditelaah terlebih dulu.

Kegiatan Belajar 3
Bagaimana Membuat Perencanaan Tes Uraian?
Tes yang baik adalah tes yang dapat mengukur hasil belajar siswa dengan tepat. Untuk dapat menghasilkan tes yang seperti itu maka tes tersebut harus dibuat melalui perencanaan yang baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan tes yang baik adalah sebagai berikut.
1. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin diukur.
2. Pilih pokok bahasan dan sub-pokok bahasan yang relevan untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Tentukan proses berpikir yang ingin diukur.
4. Tentukan jenis tes yang tepat digunakan untuk mengukur tujuan pembelajaran tersebut.
5. Tentukan tingkat kesukaran butir soal yang akan dibuat.
6. Tentukan jumlah butir soal yang sesuai untuk dikerjakan siswa dalam satu waktu ujian yang telah ditentukan.

Tuangkan komponen-komponen tersebut dalam tabel perencanaan tes.

DAFTAR PUSTAKA
Gronlund, N., E. & Linn, R.. L. (1990). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Macmillan Pub. Company.

Hopkins, C., D. & Antes, R., L. (1990). Classroom Measurement and Evaluation. Illinois: F.E. Peacock Publishers. Inc.

Hopkins, K., D., Stanley, J., S., & Hopkins, B., R. (1990). Educational and Psychological Measurement and Evaluation. New Jersey: Prentice Hall.

Nitko, A., J. (1983). Educational Test and Measurement: an Introduction. New York: Harcourt Brace Jovanovich. Inc.

Roid, G., H. & Haladyna, T., M. (1982). A Technology for Test-Item Writing, New York: Harcourt Brace Jovanovich. Inc.


Modul 3: PENGEMBANGAN TES OBJEKTIF
Kegiatan Belajar 1
Mengapa Menggunakan Tes Objektif?
Tes objektif bukan tes yang jelek. Jika tes objektif dikonstruksi dengan baik maka tes objektif dapat digunakan untuk mengukur semua jenjang proses berpikir mulai dari ingatan sampai dengan evaluasi. Jika dibandingkan dengan tes uraian maka tes objektif mempunyai beberapa keunggulan antara lain:
1. Hasil tes dapat diolah dengan cepat dan mempunyai ketetapan hasil pemeriksaan yang tinggi.
2. Dalam satu kali ujian dapat menanyakan banyak materi yang telah diajarkan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian validitas isi tes dapat dipertanggungjawabkan.
3. Jika dikonstruksi dengan baik tes objektif dapat mengukur semua jenjang proses berpikir dari yang sederhana (ingatan) sampai dengan yang kompleks (evaluasi).

Di samping keunggulan tersebut tes objektif juga mempunyai beberapa kelemahan antara lain: tes yang dibuat cenderung mengukur proses berpikir rendah, dan jika siswa tidak mengerti akan jawaban dari suatu butir soal mereka dapat menjawab dengan cara menebak. Kelemahan tersebut dapat diminimalkan dengan cara terus berlatih untuk menulis tes objektif yang baik sehingga penulis benar-benar terampil dalam menulis terutama untuk menulis tes objektif yang dapat mengukur proses berpikir yang lebih tinggi dari hanya sekadar ingatan. Untuk meminimalkan upaya siswa menebak jawaban maka dalam pelaksanaan ujiannya dapat dicantumkan pemberitahuan bahwa dalam ujian ini akan diberlakukan formula tebakan. Jika siswa menjawab salah atau asal menebak maka akan berakibat pada penurunan skor yang diperoleh.

Kegiatan Belajar 2:
Bagaimana Menulis Tes Objektif?
Secara umum tes objektif dibagi menjadi tiga macam, yaitu: tes benar-salah, menjodohkan, dan pilihan ganda. Tetapi dari ketiga macam tes tersebut maka tes pilihan gandalah yang paling banyak digunakan di sekolah terutama digunakan pada saat ujian akhir tahun atau akhir semester.
Apabila dilihat konstruksinya maka tes pilihan ganda terdiri dari dua hal pokok yaitu stem atau pokok soal dengan 4 atau 5 alternatif jawaban. Satu di antara alternatif jawaban tersebut adalah kunci jawaban. Alternatif jawaban selain kunci disebut dengan pengecoh (distractor). Semakin banyak alternatif jawaban yang ada (misalnya 5) maka probabilitas menebaknya akan semakin kecil. Ada lima ragam tes pilihan ganda yang sering digunakan yaitu: melengkapi pilihan (ragam A), hubungan antarhal (ragam B), analisis kasus (ragam C), ganda kompleks (ragam D), dan membaca diagram, table, atau grafik (ragam E).

Beberapa hal harus diperhatikan dalam menulis tes pilihan ganda agar diperoleh kualitas tes yang baik, yaitu:
1. Inti permasalahan yang akan ditanyakan harus dirumuskan dengan jelas pada pokok soal.
2. Hindari pengulangan kata yang sama pada pokok soal.
3. Hindari penggunaan kalimat yang berlebihan pada pokok soal.
4. Alternatif jawaban yang dibuat harus logis, homogen, dan pengecoh menarik untuk dipilih.
5. Dalam merumuskan pokok soal, hindari adanya petunjuk ke arah jawaban yang benar.
6. Setiap butir soal hanya mempunyai satu jawaban yang benar.
7. Hindari penggunaan ungkapan negatif pada pokok soal.
8. Hindari alternatif jawaban yang berbunyi semua jawaban benar atau semua jawaban salah.
9. Jika alternatif jawaban berbentuk angka, urutkan mulai dari yang besar atau yang kecil.
10. Hindari penggunaan istilah yang terlalu teknis pada pokok soal.
11. Upayakan agar jawaban butir soal yang satu tidak tergantung soal yang lain.

Kegiatan Belajar 3
Bagaimana Merencanakan Tes Objektif yang Baik?
Agar tes objektif yang akan ditulis tidak melenceng dari materi yang telah diajarkan selama proses pembelajaran maka tes tersebut harus ditulis berdasarkan kisi-kisi. Kisi-kisi inilah yang harus menjadi pedoman bagi penulis dalam menulis setiap butir soal. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat kisi-kisi antara lain sebagai berikut.
1. Pemilihan sampel materi yang akan diujikan. Pemilihan sampel materi harus diupayakan serepresentatif mungkin.
2. Penentuan jenis tes yang akan digunakan. Penentuan jenis tes yang akan digunakan apakah akan menggunakan tes pilihan ganda, tes uraian, atau gabungan antara keduanya harus diperhitungkan terutama terkait dengan materi, jumlah butir soal, dan waktu tes yang disediakan.
3. Jenjang kemampuan berpikir yang akan diujikan. Jenjang kemampuan berpikir yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang kemampuan berpikir yang dilatihkan selama proses pembelajaran.
4. Sebaran tingkat kesukaran. Penentuan sebaran tingkat kesukaran butir soal sebenarnya tergantung pada interpretasi skor yang akan digunakan. Jika akan digunakan pendekatan penilaian acuan kriteria maka sebaran tingkat kesukaran butir soal tidak perlu dipikirkan tetapi jika akan digunakan pendekatan penilaian acuan norma maka sebaran tingkat butir soal harus diperhatikan,
5. Waktu ujian yang disediakan. Waktu ini akan membatasi jumlah butir soal yang akan ditanyakan.
6. Jumlah butir soal. Jumlah butir soal yang akan ditanyakan tergantung pada waktu ujian yang disediakan.

DAFTAR PUSTAKA
Gronlund, N. E., & Linn, R. L. (1990). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Macmillan. Pub. Company.

Hopkins, C. D. & Antes, R. L. (1990). Classroom Measurement and Evaluation. Illinois: F.E. Peacock Publishers. Inc.

Hopkins, K. D. & Stanley, J. S., & Hopkins, B., R. (1990). Educational and Psychological Measurement and Evaluation. New Jersey: Prentice Hall.

Nitko, A. J. (1983). Educational Test and Measurement: an Introduction., New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Roid, G. H. & Haladyna, T. M. (1982). A Technology for Test-Item Writing. New York: Harcourt Brace Jovanovich. Inc.


Modul 4: PENGEMBANGAN ALAT PENILAIAN NONTES
Kegiatan Belajar 1
Pengembangan Pedoman Observasi dan Skala Sikap
Dalam pengembangan alat ukur baik untuk mengukur kemampuan kognitif maupun untuk mengukur kemampuan non-kognitif, prosedur yang ditempuh tidak banyak berbeda.
Prosedur tersebut meliputi tujuan pengukuran, membuat rencana (membuat kisi-kisi atau merumuskan definisi dan menentukan indikator yang terkait dengan atribut yang akan diukur), memilih bentuk pertanyaan atau format yang akan digunakan, menuliskan butir alat ukur, meminta pendapat/tanggapan pakar, mengujicobakan, dan akhirnya menggunakan alat ukur untuk keperluan pengumpulan informasi.
Mengingat pengembangan alat ukur yang baik harus melalui prosedur yang cukup panjang yang menyerap sumber daya dan waktu yang tidak sedikit, maka butir-butir yang sudah baik harus disimpan untuk dapat digunakan pada kesempatan di waktu yang akan datang. Semua informasi yang terkait dengan setiap butir harus disertakan dalam file penyimpanan.
Jumlah butir yang disimpan tentu sangat besar jumlahnya, sehingga fasilitas komputer sangat membantu penyempurnaan ini. Jika fasilitas ini belum memungkinkan lakukan cara penyimpanan yang manual dengan memperhatikan pemberian identitas yang jelas dan dipahami oleh siapa pun.

Kegiatan Belajar 2
Angket, Wawancara dan Portofolio
Tahap-tahap pengembangan angket dan wawancara sama dengan tahapan pengembangan alat ukur lainnya.
Merumuskan butir-butir angket harus mengikuti kriteria sebagaimana pada perumusan butir soal kognitif ataupun pada pengembangan skala sikap. Rumusan yang dibuat penulis perlu mendapat masukan dari pihak kedua sebelum diujicobakan.
Format wawancara lebih sederhana dari buku angket, format wawancara digunakan sebagai panduan/rincian informasi yang ingin dikumpulkan tergantung pada pewawancara. Biasanya wawancara dilaksanakan dalam rangka mendalami data yang terkumpul melalui angket.
Pembelajaran dengan menggunakan portofolio membuat siswa aktif belajar dan pengembangan kognitif, afektif, dan keterampilan dapat diisi secara berimbang.
Hubungan guru, siswa, dan orang tua siswa dapat menciptakan satu upaya bersama dalam membina dan mengembangkan potensi peserta didik. Bila hal ini dapat terjadi maka ini benar-benar membuktikan bahwa tanggung jawab pendidikan tidak hanya pada guru tetapi juga pada orang tua dan siswa.
Penilaian portofolio tidak semata pada penilaian akhir atau produk tetapi juga penilaian bagaimana untuk mencapai produk (penilaian proses). Di samping itu selama proses pengembangan portofolio, masukan dan komentar dari guru, teman sekelas, dan orang tua dijadikan sebagai bahan untuk meningkatkan kualitas portofolio. Artinya pembelajaran dan penilaian merupakan satu kesatuan sebagaimana satu mata uang dengan dua sisinya.
Penilaian portofolio tidak lepas dari penerapan alat ukur tes dan non-tes sepanjang proses pengembangan portofolio. Pertimbangan dan kesepakatan (konsensus) guru dengan sejawatnya sangat diperlukan dalam menentukan penerapan alat ukur dan hasil pengukurannya.
Mulailah mengembangkan portofolio yang terbatas ruang lingkupnya dan dengan kriteria penilaian yang terbatas sebelum menerapkan pengembangan portofolio dan penilaiannya yang lebih komprehensif ruang-lingkup materi dan alat ukurnya.

DAFTAR PUSTAKA
Asmawi, Z., Noehi Nasoetion, M.A. (1996). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Ditjen Dikti.

De Blassie, R.R. (1974). Measuring and Evaluating Pupil Progress. N.Y.: M.S.S. Information.

Eggleston, J. (1975). A Science Teaching Observation Schedule. London: Macmillan Education Limited.

Erickson, R.C. Wentling, T.L. (1979). Measuring Student Growth.

Fraser, B.J. (1977). Selection and Validation of Attide Seals for Curriculum Evaluation, Science Education, 61:317-330.

Gronlund, N.E. (1976). Measurement and Evaluation in Teaching. N.Y.: Macmillan P.C.

Hanna, G.S. (1993). Better Teaching Through Better Measurement. Fort Worth: Harcourt B.J. College Publishers.

Herman, J. L. et. Al. (1995). Portfolio for Classroom Assessment: Design and Implementation Issues, CRESST; JLHJ.

Lewy, A. (Ed). (1977). Handbook of Curriculum Evaluation. Paris: Unesco.

Mager, R.F. (1962). Preparing Instructional Objective. California: Belmont.

Mars. (2000). Questionnaire Design. Jakarta: PT. Capricorn Mars Indotama.

Moursund, J.P. (1973). Evaluation An Introduction to Research Design. Monterey: Brooks/Cole P.C.

Payne, D.A. (1974). The Assessment of Learning. Lexington: D.C. Heath & Co.
Tierney, R.T., et. al. (1991). Portfolio Assessment in The Reading-Writing Classroom. Norwood, MA: Christopher-Gordon P.I.


Modul 5: KUALITAS ALAT PENILAIAN
Kegiatan Belajar 1
Validitas dan Reliabilitas Hasil Pengukuran
Bila Anda ingin mengukur sesuatu, Anda harus dapat memilih alat ukur yang sesuai agar Anda dapat memperoleh hasil pengukuran yang tepat. Ketepatan hasil pengukuran inilah yang dinamakan validitas. Validitas dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu validitas isi (content validity), validitas konstrak (construct validity), dan validitas yang dikaitkan dengan kriteria lain (criteria related validity). Validitas isi mengacu pada seberapa banyak materi alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur keseluruhan materi yang seharusnya diukur. Validitas konstrak mengacu pada sejauh mana alat ukur tersebut dapat mengukur konstrak-konstrak yang digunakan sebagai dasar penyusunan tes tersebut. Selanjutnya validitas yang dikaitkan dengan kriteria lain adalah mengacu pada seberapa besar alat ukur tersebut dapat dengan tepat memprediksi kesesuaian antara pengetahuan yang dimiliki sekarang dengan keberhasilannya pada masa yang akan datang atau kesesuaian antara penguasaan suatu pengetahuan dengan keterampilan penggunaan pengetahuan tersebut. Dari ketiga macam validitas tersebut, validitas inilah (criteria related validity) yang paling penting Anda pahami dalam rangka mempersiapkan tes hasil belajar yang baik. Ada dua masalah yang harus Anda perhatikan dalam rangka mempersiapkan tes hasil belajar yang baik yaitu masalah validitas (dalam hal ini validitas isi) dan reliabilitas. Agar tes hasil belajar mempunyai validitas isi yang tinggi dapat ditempuh dengan cara membuat perencanaan tes (kisi-kisi tes). Di samping tes harus memiliki validitas isi yang dapat dipertanggungjawabkan maka tes tersebut harus reliabel, artinya jika tes tersebut digunakan lebih dari satu kali pada kelompok yang sama maka tes tersebut harus dapat memberikan hasil pengukuran yang tetap. Reliabilitas suatu tes dapat ditingkatkan dengan cara menambah jumlah butir soal, dengan catatan bahwa soal yang ditambahkan harus homogen dengan butir soal yang sudah ada.

Kegiatan Belajar 2
Analisis dan Perbaikan Butir Soal
Analisis butir soal merupakan suatu proses pengambilan dan penggunaan informasi tentang tiap-tiap butir soal terutama informasi tentang respon siswa terhadap setiap butir soal. Informasi dari hasil analisis butir soal sangat bermanfaat bagi guru dan siswa. Bagi guru, hasil analisis butir soal dapat memberi informasi kepada guru tentang kualitas butir soal itu sendiri dan untuk mengetahui materi yang sudah atau belum dikuasai oleh siswa. Bagi siswa sendiri hasil analisis butir soal dapat menunjukkan tingkat penguasaan materi yang telah dicapai.
Analisis butir soal dilakukan pada tes pilihan ganda dan dapat pula dilakukan pada tes uraian, khususnya uraian terbatas. Dua karakteristik butir soal yang perlu diketahui dalam analisis butir soal adalah tingkat kesukaran (P) dan daya beda (D). Butir soal yang baik adalah butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran sedang dengan daya beda positif tinggi. Butir soal yang perlu diperbaiki adalah butir soal yang terlalu sukar atau terlalu mudah dan butir soal yang alternatif jawabannya mempunyai daya beda positif atau kuncinya mempunyai daya beda negatif. Perbaikan butir soal dapat dilakukan pada pokok soal (stem) atau pada alternatif jawaban.

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (1986). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Liberty.

Ebel, R.L. & Frisbee, D.A. (1986). Essentials of Educational Measurement. New York: Prentice Hall.

Fernandes, H.J.X. (1984). Testing and Measurement. Jakarta: National Educational Planning, Evaluation and Curriculum Development.

Hanna, G.S. (1993). Better Teaching Trough Better Measurement. New York: Harcourt Brace Jovanovich College Pub.

Mehrens, W.A & Lehmann, I. J. (1973). Measurement and Evaluation in Education and Psychology. New York: Holt Rinehart and Winton.

Nitko, A. J. (1983). Educational Test and Measurement an Introduction. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Sax, G. (1980). Principles of Educational and Psychological Measurement and Evaluation. California: Wadsworth.

Zainul, A. (1992). Pengukuran, Tes dan Evaluasi Hasil Belajar. Jakarta: PAU-Universitas Terbuka.


Modul 6: MENGOLAH HASIL PENGUKURAN
Kegiatan Belajar 1
Bagaimana Memeriksa dan Mengolah Data Hasil Pengukuran
Setelah Anda melakukan pengukuran baik dengan menggunakan tes maupun non-tes, maka langkah selanjutnya yang harus Anda lakukan adalah mengolah data tersebut untuk mengambil keputusan tentang hasil belajar siswa.
Untuk menskor hasil tes objektif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu diperiksa secara manual atau diperiksa dengan menggunakan mesin scanner untuk kemudian diolah dengan menggunakan fasilitas komputer. Sedangkan untuk memberi skor pada tes uraian, hanya dapat dilakukan secara manual. Setiap lembar jawaban siswa hendaknya diperiksa minimal oleh dua orang pemeriksa.
Pengaruh unsur subjektivitas pemeriksa harus diminimalkan sekecil mungkin agar dapat dihasilkan hasil pemeriksaan yang mendekati objektif.
Agar skor mentah yang diperoleh dari hasil pengukuran dapat dengan mudah dipahami oleh orang lain, maka skor tersebut perlu diolah lebih dahulu antara lain diubah dalam bentuk persentase.
Jika Anda menggunakan daftar cek untuk mengukur suatu keterampilan, maka pengolahan datanya dapat dilakukan sebagai berikut.
a. Hitung jumlah tindakan yang dapat dilakukan oleh siswa.
b. Hitung jumlah tindakan maksimal yang diharapkan.
c. Tentukan persentase keberhasilan dengan cara membagi jumlah tindakan yang dapat dilakukan siswa dengan jumlah tindakan yang diharapkan dikalikan 100%.

Tetapi, jika Anda menggunakan skala rating atau skala sikap dari Likert untuk mengukur suatu keterampilan atau kecenderungan sikap, maka pengolahan datanya dapat dilakukan sebagai berikut.
a. Hitung jumlah skor maksimal dan minimal yang mungkin diperoleh siswa untuk semua indikator.
b. Jumlahkan skor yang diperoleh setiap siswa.
c. Tentukan keterampilan siswa atau kecenderungan sikap siswa dengan cara membandingkan jumlah skor yang diperoleh setiap siswa dengan jumlah skor maksimal.

Kegiatan Belajar 2
Statistika Sederhana
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran baik pengukuran dengan menggunakan tes maupun non-tes biasanya masih merupakan data terserak. Data tersebut perlu diatur agar lebih mudah untuk dipahami. Statistika sederhana sangat membantu Anda untuk mengolah data terserak sehingga Anda dapat dengan mudah menganalisis dan menginterpretasikan data hasil pengukuran tersebut. Banyak para guru yang menganggap bahwa statistika sukar dipelajari pada hal anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Untuk membantu mengolah data hasil pengukuran di kelas tidak diperlukan statistika yang kompleks, tetapi cukup dengan menggunakan statistika sederhana. Statistika sederhana yang diperlukan antara lain: menyajikan data dalam tabel frekuensi distribusi, menghitung persentase, mean, median, kuartil, dan simpangan baku. Kadang-kadang kita juga ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel. Misalnya apakah ada hubungan antara nilai ulangan harian atau hasil tes formatif dengan nilai tes sumatif siswa. Hubungan tersebut merupakan korelasi linear sederhana. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tersebut Anda dapat menghitung koefisien korelasi dengan menggunakan teknik korelasi Product-Moment. Dengan mengetahui harga koefisien korelasi Anda dapat mengetahui sejauh mana hubungan antara kedua variabel tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (1986). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Liberty.

Ebel, R.L. & Frisbie, D.A. (1986). Essentials of Educational Measurement. New York: Prentice Hall.

Fernades, H.J.X. (1984). Testing and Measurement. Jakarta: National Educational Planning, Evaluation and Curriculum Development.

Hanna, G.S. (1993). Better Teaching Through Better Measurement. New York: Harcourt Brace Jovanovich College Pub.

Mehrens, W.A. & Lehmann, I. J. (1973). Measurement and Evaluation in Education and Psychology. New York: Holt Rinehart and Winton.

Nitko, A.J. (1983). Educational Test and Measurement an Introduction. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Sax, G. (1980). Principles of Educational and Psychological Measurement and Evaluation. California: Wadsworth.

Zainul, A. (1992). Pengukuran, Tes dan Evaluasi Hasil Belajar. Jakarta: PAU-Universitas Terbuka.

Sujana. (1991). Pengantar Statistik. Bandung: Tarsito.


Modul 7: BERBAGAI PENDEKATAN PENYUSUNAN ALAT PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Kegiatan Belajar 1
Berbagai Pendekatan Penyusunan Alat Penilaian
Terdapat tiga macam pendekatan yang bisa digunakan sebagai landasan dalam penyusunan alat evaluasi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Ketiga pendekatan itu adalah pendekatan diskret, pendekatan integratif, dan pendekatan pragmatik. Alat evaluasi yang disusun secara terpisah atau tersendiri tanpa dikaitkan atau dipadukan dengan unsur lain dalam menilai kemampuan berbahasa atau bersastra siswa merupakan cerminan dari pendekatan pragmatik. Artinya, bidang cakupan materi yang akan diukur melalui tes tersebut sudah dispesifikasikan kepada bidang tertentu secara khusus, tanpa diintegrasikan ataupun dipadukan dengan materi lainnya.
Jika dalam tes diskret aspek-aspek kebahasaan dan aspek kesastraan dilakukan secara terpilah, dalam tes integratif aspek-aspek dimaksud diintegrasikan atau disatukan secara bersamaan. Dalam hal ini, tes integratif berusaha mengukur beberapa aspek kemampuan siswa secara integratif dalam satu waktu tertentu.
Tes pragmatik merupakan suatu pendekatan dalam tes keterampilan (skills) berbahasa untuk mengukur seberapa baik siswa mempergunakan elemen-elemen bahasa sesuai dengan konteks komunikasi yang nyata.
Setiap tes pragmatik pasti integratif, tetapi tidak setiap tes integratif bersifat pragmatis. Kedua pendekatan tes ini sama-sama merespons pendekatan diskret yang dianggapnya terlalu artifisial dan tidak mencerminkan kemampuan berbahasa siswa yang sesungguhnya.

Kegiatan Belajar 2
Prinsip-prinsip Pembuatan Alat Penilaian dalam Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia
Terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan alat evaluasi, yakni aspek kesahihan (validity), aspek ketepercayaan (reliability), dan aspek kepraktisan (practicability).
Sebuah tes dikatakan sahih atau valid apabila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Kesahihan tes dapat dibedakan menjadi 5 macam, yaitu kesahihan isi (content validity), kesahihan konstruksi (construct validity), kesahihan bandingan (concurrent validity), kesahihan prediksi (predictive validity), dan kesahihan kriteria. Kesahihan isi (content validity) mengacu pada ketetapan butir-butir tes dalam mengukur bahan atau materi yang seharusnya diukur. Kesahihan konstruksi (construct validity) mengacu pada ketetapan tes dalam mengukur konsep (konstruk) kemampuan yang seharusnya diukur. Kesahihan bandingan (concurrent validity) mengacu pada adanya hubungan skor siswa dengan tes lain yang sejenis. Kesahihan prediksi (predictive validity) mengacu pada ketetapan tes dalam meramalkan kemampuan tes di masa mendatang. Kesahihan kriteria mengacu pada ketepatan tes dibandingkan dengan hasil tes lain yang relevan.
Suatu evaluasi dikatakan tepercaya (reliable) jika hasil yang diperoleh pada ujian itu tetap atau stabil, kapan saja, di mana saja, siapa pun yang mengujikan dan yang menilainya. Ketepercayaan meliputi bahan ujian dan pemeriksanya.
Kepraktisan (practicability) maksudnya, soal dapat digunakan sesuai dengan kondisi dan situasi ukur dalam yang ada. Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadministra¬siannya.

Kegiatan Belajar 3
Jenis-jenis Alat Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia
Alat penilaian dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia terdiri atas alat tes dan nontes. Ditinjau dari bentuknya, tes hasil belajar bahasa dan sastra Indonesia dapat menggunakan bentuk objektif, subjektif, dan test cloze. Tes objektif merupakan tes yang disusun sedemikian rupa sehingga hasil pekerjaan siswa dapat dikoreksi secara objektif. Tes objektif mencakup tiga jenis yakni (a) tes objektif melengkapi, (b) tes objektif pilihan, dan (c) tes objektif menjodohkan.
Tes subjektif merupakan suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan bahasa siswa sendiri. Test close dilakukan dengan cara penghilangan kata¬-kata yang bersifat sistematis. Penghilangan itu dapat bersifat sistematis setiap kata yang ke-n atau setiap jenis kata tertentu, misalnya setiap kata benda, kata kerja, kata sifat, atau semua kata tugas.
Alat nontes dipergunakan untuk mengungkap hasil belajar siswa yang tidak berkaitan langsung dengan tingkah laku kognitif. Alat-alat nontes ini digunakan untuk mendapatkan informasi (data) berupa tingkah laku psikomotor dan tingkah laku afektif. Alat-alat nontes yang biasanya digunakan untuk melengkapi alat tes adalah observasi, skala bertingkat, daftar cek, skala sikap, skala Likert, dan skala pilihan ganda.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (1993). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Harsiati, T. (2003). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hidayat, K., dkk. (1994). Evaluasi Pendidikan dan Penerapannya dalam Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Madsen, Harold, S. (1983). Techniques in Testing. USA: Oxford University Press.

Mulyati, Yeti, dkk. (2002). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Nurgiyantoro, B. (1988). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

Sudjana, N. (1992). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Modul 8: MODEL-MODEL ALAT PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Kegiatan Belajar 1
Model Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian berbasis kelas (PBK) dilakukan dengan mengumpulkan semua hasil karya peserta didik yang dilakukan dengan mengumpulkan hasil kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tes tertulis (paper and pen).
Penilaian berbasis kelas harus memperhatikan tiga ranah, yaitu pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Ketiga ranah ini sebaiknya dinilai secara proporsional sesuai dengan sifat mata pelajaran yang bersangkutan.
Hasil penilaian berbasis kelas dapat digunakan sebagai: (1) Umpan balik bagi peserta didik untuk mengetahui tingkat penguasaannya, (2) Acuan dalam memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar peserta, (3) Bahan masukan bagi guru untuk memperbaiki strategi pembelajarannya di kelas, (4) Acuan dalam menentukan peserta didik mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda, (5) Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat berkenaan dengan efisiensi dan efektivitas pendidikan.
Prinsip-prinsip umum penilaian berbasis kelas adalah: valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil, terbuka, berkesinam-bungan, menyeluruh, dan bermakna
Kegiatan Belajar 2
Model Penilaian Kompetensi Berbahasa
Model penilaian kompetensi berbahasa terdiri atas tes menyimak, tes berbicara, tes membaca, dan tes menulis.
Ditinjau dari bahan simakannya tes menyimak dibedakan menjadi tiga jenis yakni: (1) Menyimak estetis (dengan bahan simakan karya sastra, misalnya memparafrase puisi yang dilisankan, menceritakan kembali pembacaan cerpen yang disimak, memahami wacana sastra, dan lain-lain), (2) Menyimak kritis (dengan bahan tuturan yang bersifat argumentatif dan ekspositoris, misalnya menanggapi paragraf yang dibacakan, mengidentifikasi kalimat topik suatu paragraf, merangkum, dan lain-lain), (3) Menyimak cepat (bahan simakan berita, jadwal, atau daftar tertentu, misalnya menguji penangkapan bahasa yang mirip bunyinya tetapi berbeda maknanya. Hal ini akan lebih tepat jika diterapkan dalam kalimat. Bentuk lain berupa menyimak perangkat kata yang berdiri sendiri, menyimak kata dalam hubungan dengan pemakaiannya dalam kalimat).
Tes berbicara dikelompokkan menjadi dua kelompok yakni tes berbicara langsung dan tes berbicara tidak langsung. Tes berbicara langsung menuntut siswa untuk menemukan, membatasi, mengembangkan, dan mengorganisasikan gagasannya secara terpadu dan utuh kemudian mewujudkannya dalam kegiatan berbicara. Tes berbicara tidak langsung hanya dapat digunakan untuk mengukur kemampuan penyusunan ide/isi tuturan yang akan ditampilkan siswa dalam kegiatan berbicara.
Tes membaca yang sering digunakan dalam pengajaran Bahasa Indonesia adalah tes kecepatan efektif membaca. Kecepatan efektif membaca (KEM) adalah kecepatan yang dicapai pembaca berdasarkan rumus banyaknya jumlah kata dibagi panjangnya waktu yang diperlukan dikalikan dengan persentase pemahaman isi bacaan. Pengukuran KEM didasarkan pada rata-rata kecepatan baca dan pemahaman isi bacaan. Kecepatan baca diukur dengan banyaknya kata yang dibaca dalam satu menit. Pemahaman isi bacaan ditentukan oleh besarnya persentase kemampuan menjawab pertanyaan isi bacaan.
Tes menulis dibedakan menjadi tes menulis dengan metode langsung dan tes menulis dengan metode tidak langsung. Ujian mengarang bentuk esai atau metode langsung dilaksanakan dengan cara langsung menyuruh siswa atau peserta tes menulis atau menyusun karangan dengan menggunakan kata-kata sendiri secara bebas sesuai dengan ide atau perasaannya sejalan dengan topik atau judul karangan tertentu. Tes menulis dengan metode tidak langsung atau ujian mengarang bentuk objektif adalah cara mengukur keterampilan menulis/mengarang yang secara umum mempergunakan tes bentuk objektif, misalnya bentuk pilihan berganda. Hasilnya dipergunakan untuk memperkirakan keterampilan menulis yang sebenarnya.

Kegiatan Belajar 3
Model Penilaian Kompetensi Kebahasaan dan Kesastraan
Tes kompetensi kebahasaan terbagi ke dalam dua aspek tes, yakni tes struktur dan tes kosakata. Kedua aspek kebahasaan tersebut memegang peranan penting dalam kegiatan kebahasaan karena pada dasarnya tindak berbahasa itu sesungguhnya merupakan pengoperasian kedua aspek tersebut.
Tes kesastraan dibedakan ke dalam tes pengetahuan tentang sastra dan tes kemampuan apresiasi sastra. Tes kesastraan hendaknya diprioritaskan pada usaha mengungkap kemampuan apresiasi sastra karena tes yang demikian akan menopang tercapainya tujuan pengajaran sastra yang berkadar apresiatif.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (1993). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Harsiati, T. (2003). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hidayat, K., dkk. (1994). Evaluasi Pendidikan dan Penerapannya dalam Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Madsen, Harold, S. (1983). Techniques in Testing. USA: Oxford University Press.

Mulyati, Yeti, dkk. (2002). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Nurgiyantoro, B. (1988). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

Sudjana, N. (1992). Penilaian Hasil Belajar-mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Upstur, John, A. (1998). Classroom-based Evaluation in Second Language Education. Australia: Cambridge University Press.


Modul 9: PELAKSANAAN PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Kegiatan Belajar 1
Perencanaan Penyusunan Alat Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Perencanaan penyusunan alat penilaian pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dikembangkan menjadi tiga kegiatan, yaitu: merancang dan menyusun kisi-kisi, mengembangkan butir soal, dan menyusun pedoman penilaian.
Tabel kisi-kisi pada umumnya berisi (1) rincian materi pembelajaran/aspek yang akan dievaluasi, (2) tingkah laku yang akan diukur berikut deskripsi indikatornya, (3) proporsi dan jumlah soal, serta (4) bentuk soal.
Mengembangkan butir soal harus sesuai dengan kisi-kisi soal yang telah direncanakan dan disusun. Dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, soal mencakup soal tes kebahasaan dan soal tes kesastraan. Tes kebahasaan dan tes kesastraan itu diteskan dalam bingkai konteks, sehingga soal bermuatan makna dengan jenjang berpikir yang digali hendaknya mengarah pada proses berpikir (C2, C3, C4, C5, dan C6), bukan proses mengingat (C1).
Ada dua hal yang harus kita lakukan dalam menyusun pedoman penilaian. Pertama, menyusun pedoman penilaian (kriteria) terutama untuk soal-soal yang bersifat subjektif (esai), seperti tes keterampilan menulis, tes berpidato, tes membacakan puisi, dan lain-lain. Kedua, menyusun dan menetapkan pedoman penilaian yang berkaitan dengan pengolahan skor (mentah) untuk dijadikan skor jadi (nilai/hasil). Pengubahan skor mentah menjadi nilai (standar) dapat didasarkan pada dua pendekatan, yaitu (1) Pendekatan Acuan Patokan (PAP) dan (2) Pendekatan Acuan Norma (PAN).

Kegiatan Belajar 2
Pelaksanaan Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Pelaksanaan Penilaian dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu penilaian proses dan pendekatan penilaian hasil.
Penilaian hasil belajar dapat dilakukan melalui penilaian hasil tes atau tugas dan penilaian nontes. Namun penggunaan nontes untuk menilai hasil belajar masih sangat terbatas. Penilaian tes dapat berupa tes formatif dan tes akhir. Dengan demikian, penilaian hasil ini dapat diolah dengan menghitung skor akhir yang merupakan gabungan dari tes formatif, rata-rata tugas, dan tes akhir. Skor-skor akhir itu diolah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan PAP atau PAN seperti yang telah Anda pelajari pada Kegiatan Belajar 1 di atas. Dari nilai itu, Anda sudah dapat menentukan nilai akhir yang diberikan kepada siswa, misalnya untuk nilai rapor dan STTB.
Dalam pelaksanaannya, penilaian proses dapat dilakukan dengan cara mengolah data hasil nontes. Pengolahan data nontes biasanya diolah dengan melakukan analisis dan interpretasi seluruh hasil pengamatan atau dengan menggunakan analisis kualitatif. Lebih jauh lagi data nontes seperti data hasil skala penilaian dan skala sikap dapat menyerupai data hasil tes, yakni diperolehnya data interval dalam bentuk skor total untuk setiap siswa. Dengan demikian dapat diolah seperti mengolah data hasil tes.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (1993). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Harsiati, T. (2003). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hidayat, K., dkk. (1994). Evaluasi Pendidikan dan Penerapannya dalam Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Madsen, Harold, S. (1983). Techniques in Testing. USA: Oxford University Press.

Nurgiyantoro, B. (1988). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

Sudjana, N. (1992). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

0 komentar: