Sebuah cerita yang layak untuk Anda baca beberapa menit, dan direnungkan seumur hidup.
Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Di sebuah restoran cepat saji, seorang ibu dan suami beserta anak bungsunya sedang menunggu antrian. Sewaktu si suami akan masuk dalam antrian, si ibu menyela dan meminta agar si suami saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.
Ketika si ibu sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitarnya bergerak menyingkir. Bahkan orang yang semula antri di belakangnya ikut menyingkir keluar dari antrian.
Suatu perasaan panik menguasai diri si ibu, ketika berbalik dan melihat
mereka semua menyingkir? Saat berbalik itulah ia mencium suatu “bau badan kotor” yang cukup menyengat. Ternyata tepat di belakangnya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil!
Si ibu bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.
Ketika ia menunduk, tanpa sengaja ia menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengannya, dan sedang “tersenyum” ke arahnya.
Lelaki itu bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap ke arah si ibu, seolah ia meminta agar si ibu dapat menerima ‘kehadiran mereka’ di tempat itu.
Lelaki itu menyapa “Good day!” sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan.
Secara spontan si ibu membalas senyumnya.
Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Si ibu segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah “penolong”nya.
Si ibu merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal dirinya bersama kedua lelaki itu. Dan kini, mereka bertiga tiba2 saja sudah sampai di depan counter.
Ketika penjaga counter menanyakan kepada si ibu apa yang ingin dipesan, si ibu mempersilahkan kedua lelaki ini untuk memesan lebih dulu.
Lelaki bermata biru segera memesan “Kopi saja, satu cangkir Nona.”
Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran di sana, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.
Tiba-tiba saja si ibu diserang oleh rasa iba yang membuatnya sempat terpaku beberapa saat, sambil matanya terus mengikuti langkah kedua lelaki itu mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, si ibu baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju kepada dirinya, dan pasti juga melihat semua ‘tindakan’nya.
Si ibu baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin dipesannya. Si ibu tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (di luar pesanannya sendiri) dalam nampan terpisah.
Setelah membayar semua pesanan, si ibu minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan ke meja/tempat duduk suami dan anaknya.
Sementara si ibu membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Ia letakkan nampan berisi makanan itu di atas meja, dan meletakkan tangannya (menepuk lembut) di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil berucap “makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua.”
Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah si ibu, kini mata itu mulai basah berkaca2 dan dia hanya mampu berkata “Terima kasih banyak, nyonya.”
Si ibu mencoba tetap menguasai diri, sambil menepuk bahu lelaki bermata bitu itu si ibu berkata “Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian.”
Mendengar ucapan si ibu, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Rasanya saat itu ingin sekali si ibu merengkuh kedua lelaki itu.
Si ibu sudah tidak dapat menahan haru ketika berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anaknya yang tidak jauh dari tempat duduk kedua lelaki itu. Sang suami memegang kedua pipi dan menghapus air mata sang istri sambil tersenyum dan berkata “Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan ‘keteduhan’ bagi diriku dan anak-2ku!“
Mereka saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu mereka benar2 bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena ‘bisikanNYA’ lah mereka mampu memanfaatkan ‘kesempatan’ untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.
Ketika sedang menyantap makanan, beberapa tamu yang akan
meninggalkan restoran satu per satu menghampiri meja mereka, untuk sekedar ingin ‘berjabat tangan’. Salah satu di antaranya seorang bapak, memegangi tangan saya dan berucap “Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada di sini. Jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami.”
Si ibu hanya bisa berucap “terima kasih” sambil tersenyum.
Sebelum beranjak meninggalkan restoran, si ibu sempatkan untuk melihat ke arah kedua lelaki itu, dan seolah ada ‘magnit’ yang menghubungkan bathin keduanya, mereka langsung menoleh ke arah si ibu sambil tersenyum, lalu melambai-lambaikan tangannya.
Selama perjalanan pulang si ibu mencoba merenungkan kembali bahwa apa yg dilakukannya terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 ‘tindakan’ yang tidak pernah terpikir olehnya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepadanya betapa ‘kasih sayang’ Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!
Nah, satu kalimat untuk direnungkan:
“Tersenyumlah dengan ‘HATImu’, dan kau akan mengetahui betapa ‘dahsyat’ dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu.”
Karena dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah ‘menggunakan’ diri si ibu untuk menyentuh orang-orang yang ada di restoran, suami, dan anaknya. Baginya, hal itu merupakan suatu: “PENERIMAAN TANPA SYARAT.”
Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh
para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran “BAGAIMANA CARA MENCINTAI SESAMA DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI BUKAN MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!
Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan
cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada ‘malaikat’ yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya!
Orang bijak mengatakan:
* Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu,tetapi hanya ’sahabat yang bijak’ yang akan meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.
* Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu!
* Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak. Orang yang kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya!
Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya.
Belajarlah dari PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri…
0 komentar:
Posting Komentar