Media Untuk Pembelajaran Anda

Media Referensi dan Pembelajaran yang disajikan secara menarik dan mempunyai keilmuan yang tidak di ragukan lagi keberadaanya - Junaidi Pandanwangi Soko - Tuban - Jawa Timur 085257958985.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Media Sarana Pembelajaran

Media Referensi dan Pembelajaran yang disajikan secara menarik dan mempunyai keilmuan yang tidak di ragukan lagi keberadaanya - Junaidi Pandanwangi Soko - Tuban - Jawa Timur 085257958985.

Senin, 31 Januari 2011

PEMBELAJARAN MENULIS NASKAH DRAMA

Hamalik (2001:57) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Melalui definisi tersebut kita dapat memberikan batasan pembelajaran menulis naskah drama sebagai proses belajar menulis naskah drama yang didukung oleh serangkaian komponen pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran menulis naskah drama.
Drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak pelaku melalui tingkah laku atau dialog yang dipentaskan. Drama sering disebut dengan teater, yaitu sandiwara yang dipentaskan sebagai ekspresi rasa keindahan atau seni. Sebagai karya seni, drama perlu diapresiasi. Salah satu cara apresiasi drama ialah dengan menemukan unsur-unsur drama. Salah satu unsur tersebut ialah tokoh.
Mulyana (1998) mejabarkan struktur drama sebagai berikut.
a. Alur dan pengaluran
b. Tokoh dan penokohan
c. Latar dan peran latar
d. Tema
e. Perlengkapan
f. Bahasa
a. Alur dan Pengaluran

Yang menyangkut kaidah alur adalah pola dasar cerita, konflik, gerak alur, dan penyajiannya. Yang disebut konflik adalah terjadinya tarik-menarik antara kepentingan-kepentingan yang berbeda, yang memungkinkan lakon berkembang dalam suatu gerak alur yang dinamis. Dengan demikian, gerak alur terbentuk dari tiga bagian utama, yaitu situasi awal atau disebut juga pemaparan, konflik, serta penyelesaiannya. Kemudian, penyajian pola dasar tersebut dilakukan dengan membaginya ke dalam bagian-bagian yang disebut adegan dan babak. Kekhasan sebuah drama akan tampak melalui penyajian cerita dalam susunan babak dan adegan.

Menentukan Konflik dengan Menunjukan Data yang Mendukung
Dalam drama, konflik merupakan unsur yang memungkinkan para tokoh saling berinteraksi. Konflik tidak selalu berupa pertengkaran, kericuhan, atau permusuhan di antara para tokoh. Ketegangan batin antar tokoh, perbedaan pandangan, dan sikap antar tokoh sudah merupakan konflik. Konflik dapat membuat penonton tertarik untuk terus mengikuti atau menyaksikan pementasan drama.
Bentuk konflik terdiri dari dua, yaitu konflik eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan lingkungan alamnya (konflik fisik) atau dengan lingkungan manusia (konflik sosial). Konflik fisik disebabkan oleh perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Misalnya,seorang tokoh mengalami permasalahan ketika banjir melanda desanya. Konflik sosial disebabkan oleh hubungan atau masalah sosial antar manusia. Misalnya, konflik terjadi antara buruh dan pengusaha di suatu pabrik yang mengakibatkan demonstarasi buruh. Konflik Internal adalah konflik yang terjadi dalam diri atau jiwa tokoh. Konflik ini merupakan perbenturan atau permasalahan yang dialami seorang tokoh dengan dirinya sendiri, misalnya masalah cita-cita, keinginan yang terpendam, keputusan, kesepian, dan keyakinan.
Kedua jenis konflik diatas dapat diwujudkan dengan bermacam peristiwa yang terjadi dalam suatu pementasan drama. Konflik-konflik tersebut ada yang merupakan konflik utama dan konflik-konflik pendukung. Konflik Utama (bias konflik eksternal, konflik internal, atau kedua-duanya) merupakan sentral alur dari drama yang dipentaskan, sedangkan konflik-konflik pendukung berfungsi untuk mempertegas keberadaan konflik utama.
Bagaimana menentukan konflik dengan menunjukkan data yang mendukung dalam sebuah drama? Data pendukung adanya konflik antara lain dapat dicermati dari perbedaan pandangan dan sikap yang ditampakkan dalam dialog, ekspresi dan lakuan tokoh-tokoh.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dalam drama mesti memiliki ciri-ciri, seperti nama diri, watak, serta lingkungan sosial yang jelas. Pendeknya, tokoh atau karakter yang baik harus memiliki ciri atau sifat yang tiga dimensional, yaitu yang memiliki dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Harymawan (1988:25-26) dalam bukunya, Dramaturgi, menyebutkan bahwa rincian dimensi fisiologis terdiri atas usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, dan ciri-ciri muka; dimensi sosiologis terdiri atas status sosial, pekerjaan (jabatan dan peranan di dalam masyarakat), pendidikan, kehidupan pribadi, pandangan hidup (kepercayaan, agama, dan ideologi), aktivitas sosial/organisasi, hobi dan kegemaran, bangsa (suku dan keturunan); dimensi psikologis meliputi mentalitas dan moralitas, temperamen, dan intelegensi (tingkat kecerdasan, kecakapan, dan keahlian khusus dalam bidang-bidang tertentu).
Biasanya, tokoh-tokoh utama muncul di awal cerita, yaitu pada tahap pemaparan. Hal itu dimaksudkan agar publik, khususnya pembaca atau penonton dapat mengenali mereka. Sepanjang cerita, tokoh-tokoh akan mempertahankan ciri-ciri mereka. Kemudian, konflik tercipta akibat perbedaan yang terdapat di antara tokoh-tokoh, yang berupaya mewujudkan keinginan mereka. Perbedaan itulah yang semakin lama semakin meningkatkan konflik dan berpuncak sebagai klimaks.
c. Latar dan Peran Latar

Latar dalam pementasan drama terdiri dari tempat, waktu, dan suasana. Penataan latar akan menghidupkan suasana. Penataan latar akan menghidupkan suasana, menguatkan karakter tokoh, serta menjadikan pementasan drama semakin menarik. Oleh karena itu, ketetapan pemilihan latar akan ikut menentukan kualitas pementasan drama secara keseluruhan.Seperti halnya alur dan tokoh, unsur ruang dan waktu pun mengikuti konvensi umum yang didasari pada peniruan realitas kehidupan. Ruang dapat disisipi pengarang dengan petunjuk pemanggungan (kadang-kadang disebut dengan istilah kramagung, waramimbar, atau teks samping) dan dialog, cakapan, atau wawancang. Ruang yang merupakan pijakan tempat peristiwa terjadi umumnya jelas, menunjang lakuan drama, dan sesuai dengan lingkup cerita.Konvensi waktu juga mesti tunduk pada prinsip kepaduan dan kejelasan. Dalam drama, waktu lakukan atau saat tokoh-tokoh bertindak adalah waktu kini, sedangkan waktu cerita atau waktu yang digunakan oleh para tokoh dalam dialog mereka dapat berupa waktu lampau maupun waktu yang akan datang. Waktu lampau terjadi, misalnya untuk menceritakan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, sementara waktu yang akan datang dapat digunakan untuk menyampaikan rencana atau ramalan peristiwa yang akan terjadi.

d. Tema Drama

Tema drama adalah gagasan atau ide pokok yang melandasi suatu lakon drama. Tema drama merujuk pada sesuatu yang menjadi pokok persoalan yang ingin diungkapkan oleh penulis naskah. Tema itu bersifat umum dan terkait dengan aspek-aspek kehidupan di sekitar kita.
Tema Utama adalah tema secara keseluruhan yang menjadi landasan dari lakon drama, sedangkan tema tambahan merupakan tema-tema lain yang terdapat dalam drama yang mendukung tema utama.
Bagaimana menemukan tema dalam drama? Tema drama tidak disampaikan secara implisit. Setelah menyaksikan seluruh adegan dan dialog antarpelaku dalam pementasan
drama, kamu akan dapat menemukan tema drama itu. Kamu harus menyimpulkannya dari keseluruhan adegan dan dialog yang ditampilkan. Maksudnya tema yang ditemukan tidak berdasarkan pada bagian-bagian tertentu cerita.
Walaupun tema dalam drama itu cenderung”abstrak”, kita dapat menunjukkan tema dengan menunjukkan bukti atau alasan yang terdapat dalam cerita. Bukti-bukti itu dapat ditemukan dalam narasi pengarang, dialog antar pelaku, atau adegan atau rangkaian adegan yang saling terkait, yang semuannya didukung oleh unsur-unsur drama yang lain, seperti latar, alur, dan pusat pengisahan.
e. Perlengkapan
Perlengkapan juga tunduk pada konvensi seperti unsur yang telah kita sebutkan. Perlengkapan merupakan unsur khas teater, yang dapat berupa objek atau benda-banda yang diperlukan sebagai pelengkap cerita, seperti perlengkapan tokoh, kostum, dan perlengkapan panggung. Perlengkapan (dalam kramagung dan wawancang) selalu sesuai dengan keperluan cerita.
f. Bahasa

Bahasa dalam drama konvensional juga tunduk pada konvensi stilistika. Misalnya, para tokoh melakukan dialog dengan menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan lingkungan sosial mereka serta watak mereka. Selain itu, seorang tokoh berkomunikasi dengan tokoh lainnya untuk menyampaikan suatu amanat. Kemudian, di antara mereka diharapkan terjadi dialog yang bermakna yang akan menyebabkan cerita berkembang.
Menulis sebuah drama diperlukan persiapan dengan menentukan tema, plot, untuk kerangka cerita, penokohan, konflik, dan penyelesaian. Pada umumnya, naskah drama dipersiapkan untuk dipentaskan di panggung. Oleh karena itu, naskah drama tersusun atas dialog-dialog antar tokoh yang satu dengan yang lainnya.Cerita drama yang sering dipentaskan saat ini biasanya menceritakan sisi kehidupan manusia seperti kemiskinan, perjuangan hidup, cinta pada orang tua dan sebagainya. Jadi, cerita dalam drama merupakan miniatur kehidupan masyarakat yang dapat direnungkan, diambil hikmahnya, atau bahan kritikan yang sangat halus namun tajam mengenai kehidupan masyarakat atau kehidupan bernegara. Namun ada juga drama yang hanya bertujuan untuk menghibur atau juga untuk mendidik.

Menulis Naskah Drama
Menulis naskah drama berbeda dengan menulis puisi, cerpen atau novel, kalau puisi ditulis dengan bentuk beris dan bait. Cerpen dan novel ditulis dengan kalimat yang membentuk paragraf-paragraf dengan kutipan langsung atau percakapan. Sedangkan, pada drama ditulis dengan dua bagian. Bagian pertama berisi percakapan dan bagian kedua berisi petunjuk pemanggungan, misalnya ketentuan gerak, mimik para pemain drama atau situasi panggung.
Langkah-langkah menyusun naskah drama
a. Menentukan tema/ide cerita
b. Menentukan para pelaku/tokoh
c. Menentukan adegan-adegan
d. Menulis naskah

Kualifikasi ketika kita akan menulis naskah drama
Remy Sylado (1996) mengemukakan bahwa terdapat empat segi kualifikasi ketika kita akan menulis drama, yaitu (1) isi dramatik, (2) bahasa dramatik, (3) bentuk dramatik, dan (4) struktur dramatik.
a. Isi Dramatik

Dalam drama hendaknya berisi premis dan tema. Premis merupakan persoalan utama yang hendak diangkat dalam cerita, sedangan tema dapat dipahami sebagai perwujudan dari premis, yaitu dengan memberi jawaban atau pemecahan yang bersifat menympulkan. Misalnya, apabila premisnya adalah “takut pada wanita”, maka temanya dapat berupa pernyataan berikut, “seorang lelaki yang takut pada istri langsung mencelakakan orang lain”.
Setelah kita dapat menentukan premis dan tema, kita pun dapat menguraikan secara singkat isi dramatik yang akan kita kembangkan dalam drama nanti. Misalnya, premis dan tema di atas dapat diuraikan demikian, “Seorang kolonel tiba-tiba geram di lapangan, memarahi mayor. Mayor bingung, tak berdaya, dan tak berani pada atasan itu, lantas mendamprat habis-habisan pada kapten. Kapten tak berani pada atasannya, lantas memaki-rnaki letnan. Letnan tak berani pada atasannya, lantas menempeleng pipi kanan dan pipi kiri sersan. Sersan tak berani pada atasannya, lantas menggebuk dan menendang kopral. Kopral tak berani pada atasannya, lantas menghajar prajurit sampai babak belur. Di bawah prajurit tak ada lagi pangkat terendah. Tiba-tiba seekor anjing lewat di situ. Langsung prajurit memukul anjing itu dengan popor bedil sampai mati. Persoalan pokoknya ternyata dapat diusut dari awal sekali, sang kolonel ternyata punya “atasan” yang sangat ditakutinya, yaitu istrinya sendiri.
b. Bahasa Dramatik
Bahasa drama yang kita gunakan dapat prosaik, puitik, atau sosiologik. Apabila kita menyukai dialog-dialog yang disusun dengan kalimat-kalimat seperti layaknya prosa, maka bahasa drama kita termasuk ke dalam bahasa prosaik. Namun, apabila kita menuliskannya dengan berfokus pada versifikasi, seperti penataan bait, larik, rima, dan irama, maka bahasa drama kita bersifat prosaik. Kemudian, jika dialog-dialog drama kita sesuaikan dengan konteks, sehingga memungkinkan munculnya ragam dan dialek bahasa Indonesia, maka sudah dapat dipastikan bahwa kita menggunakan bahasa drama yang bersifat sosiologik.
b. Bentuk Dramatik

Yang menyangkut bentuk dramatik adalah ragam ekspresi, gaya ekspresi, dan plot literer. Dalam drama konvensional, kita telah mengenali ragam ekspresi yang baku, seperti tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama, dan farce (banyolan).
Gaya ekspresi menyangkut visi dan pandangan penulis, yang penuangannya biasanya sesuai dengan paham atau aliran yang dianutnya, apakah realisme, ekspresionisme, eksistensialisme, atau absurdisme. Penulis dapat saja memilih ragam ekspresi yang sesuai dengan pandangannya.
Plot literer adalah plot yang terdapat dalam teks drama. Jadi, plot yang dibuat oleh pengarang, buka plot yang diwujudkan oleh gerak yang dilakukan aktor di atas panggung.
c. Struktur Dramatik

Strukur dramatik menyangkut pekembangan dan kaitan antarkonflik yang muncul, memuncak, dan berakhir. Dalam drama konvensional, struktur dramatiknya seperti konvensi klasik plot menurut Aristotelles atau dapat juga seperti yang dikembangkan oleh Gustav Freytag (Harymawan, 1988: 20), yaitu eksposisi, komplikasi, resolusi, klimaks, dan konklusi. Konklusi dalam tragedi disebut katastrof (berakhir dengan kesedihan), sementara dalam komedi disebut denumen (berakhir dengan kebahagiaan).
Beberapa Pelatihan Menulis Naskah Drama
Dengan pengetahuan mengenai konvensi drama dan dengan ditambah keberanian, kita dapat memulai untuk menulis drama sesuai dengan saran Japi Tambajong. Akan tetapi, jika penguasaan kualifikasi di atas memerlukan waktu yang tidak sekejap, maka beberapa pelatihan praktis yang dimodifikasi dari Moody (1971: 88) dapat dijadikan bahan pegangan, yaitu dengan (1) menggali nilai-nila dramatik (dari drama yang sudah ada), (2) menulis dialog imajiner, dan (3) menciptakan situasi dramatik dari berbagai sumber.
a. Mengadaptasi, Menyadur, dan Memvisualisasi Drama yang sudah Ada
Drama yang tersedia di perpustakaan, di toko-toko buku, atau yang dijadikan bahan kurikulum di sekolah lebih banyak yang “enak” untuk dibaca daripada dipentaskan. Hal itu disebabkan tidak semua pengarang drama mengetahui seluk-beluk teater atau pemanggungan, meskipun ketika mereka menulis drama, benaknya pasti berusaha untuk memvisualisasi panggung. Keadaan ini mengakibatkan pihak yang akan mementaskan drama, misalnya sutradara, perlu menyunting terlebih dahulu naskah drama yang akan dipentaskan. Selain itu, antara drama sebagai karya sastra di satu pihak dan teater di lain pihak merupakan bentuk seni yang memiliki kekhasan masing-nasing. Dalam teater, naskah drama hanyalah salah satu unsur teater sehingga kretaivitas sutradara lebih penting daripada otonomi pengarang drama.
Anggap saja bahwa Anda adalah seorang sutradara yang akan mewujudkan sebuah naskah drama ke dalam seni pertunjukan. Ada dua buah naskah drama yang menarik Anda, akan tetapi terdapat dua masalah yang belum terpecahkan. Naskah pertama merupakan naskah terjemahan dari bahasa asing sehingga belum kontekstual. Naskah kedua sedikit sekali mencantumkan kramagung atau petunjuk pentasnya sehingga miskin dengan imajinasi visual. Bagaimana cara memecahkan masalah ini? Agar kontekstual, naskah pertama dapat Anda adaptasi atau Anda sadur sesuai dengan konteks zaman dan tempat yang Anda inginkan dan naskah kedua dapat dikonkretkan dengan lebih memperjelas kramagungnya. Contoh pertama telah kita singgung pada saat membicarakan Rendra dengan drama Perampok-nya, sedangkan cohtoh kedua sering kali dilakukan oleh sutradara dalam proses produksinya, yaitu dengan lebih mengkonkretkan naskah drama dengan floo-rplan (penggambaran arah gerak pemain) dan promp-tbook (naskah yang sudah disunting sesuai dengan keperluan pementasan).
b. Membuat Dialog Imajiner
Latihan menulis pun dapat Anda lakukan dengan membuat dialog imajiner berdasarkan situasi dramatik yang sangat Anda kenal. Misalnya, Anda membuat dialog antara dua pihak yang memiliki masalah atau konsep yang bertentangan: para buruh dengan majikannya, para pemburu dengan pencinta lingkungan hidup, para pedagang kakilima dengan petugas Tibum atau Satpol P.P., atau dapat juga kita memecahkan persoalan yang di tinjau dari dua sudut yang berbeda. Di media massa kadang-kadang terdapat rubrik yang berisi wawancara imajiner dengan tokoh-tokoh yang sudah meninggal, misalnya wawancara imajiner Christianto Wibisono dengan Bung Karno. Wawancara itu dibuat karena pengarang (pewawancara) sangat mengenal subjek yang dibicarakan. Dia tahu betul siapa Bung Karno, apa gagasan dan filsafatnya.

c. Mendramakan berbagai Sumber yang Mengandung Peristiwa Dramatik

Zaman kita kini adalah zaman informasi. Apabila peristiwa kecil dan remeh dapat menarik karena dikemas secara apik dalam pemberitaannya, bagaimana dengan peristiwa besar, seperti jatuhnya pesawat terbang, kudeta berdarah, gempa bumi, dan meningganya
kepala negara? Peristiwa-peristiwa seperti itu tentu dapat Anda jadikan bahan penulisan drama. Dengan catatan, Anda mesti mampu melihat atau menemukan peristiwa dramatik di dalamnya. Misalnya, apabila Anda membaca berita mengenai jatuhnya pesawat terbang Adam Airi atau Garuda, peristiwa dramatik dapat Anda buat dengan membayangkan bahwa Anda adalah bagian dari penumpang yang selamat, atau ketika Anda membaca berita terhentinya pertandingan sepak bola karena ulah penonton yang berlaku anarki, Anda membayangkan bahwa Andalah trouble maker-nya sehingga khawatir, cemas, dan takut berkecamuk di dalam dada.
Sumber pencarian peristiwa dramatik, tentunya tidak hanya berita dalam surat kabar, majalah, atau televisi, namun segala sumber yang menarik Anda dan dipandang sebagai potensi dalam memunculkan peristiwa dramatik. Misalnya, esai, pledoi pengadilan, bahkan profil seorang tokoh dapat mengandung peristiwa dramatik, terlebih-lebih jika orientasi kita pada pertunjukkan di atas panggung. Sebagai bukti, kelompok teater di Jakarta, yaitu Teater SAE pernah menampilkan drama berjudul Pertumbuhan di Meja Makan, yang naskahnya bersumber dari berbagai tulisan di surat kabar; Wellem Pattirajawane, seorang aktor dari Teater Kecil, pernah menampilkan monolog yang bersumber dari buku Indonesia Menggugat karangan Bung Karno, Atau Adi Kurdi, aktor dari Bengkel Teater Rendra, pernah menampilkan monolog yang bersumber dari profil dan keberanian Adi Andojo sebagai hakim agung muda.
Namun, kita harus kembali pada tujuan semula, yaitu berlatih menulis drama. Oleh sebab itu, segala bahan yang dipilih dibaktikan agar Anda terampil menulis drama, misalnya dengan mengemas bahan itu secara apik ke dalam dialog dan kramagung, yang kemudian ditata kembali dalam adegan demi adegan serta babak.

CARA MENGAJAR YANG EFEKTIF

Mengajar adalah suatu seni. Guru yang cakap mengajar dapat merasakan bahwa mengajar di mana saja adalah suatu hal yang menggembirakan, yang membuatnya melupakan kelelahan. Selain itu guru juga dapat mempengaruhi muridnya melalui kepribadiannya. Guru yang ingin murid-muridnya mengalami kemajuan, perlu mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap teori dan praktek mengajar sehingga ia dapat terus-menerus meningkatkan cara mengajar. Sepuluh jenis prinsip dasar dalam cara mengajar yang disajikan di bawah ini, dapat dipakai sebagai petunjuk oleh para pengajar guna meningkatkan cara mengajar mereka. Menguasai Isi Pengajaran Hukum yang pertama dalam teori “Tujuh Hukum Mengajar” dari John Milton Gregory berbunyi: “Guru harus mengetahui apa yang diajarkan.” Jika guru sendiri mengetahui dengan jelas inti pelajaran yang akan disampaikan, ia dapat meyakinkan murid dengan wibawanya, sehingga murid percaya apa yang dikatakan guru, bahkan merasa tertarik terhadap pelajaran. Mengetahui dengan Jelas Sasaran Pengajaran Pengajaran yang jelas sasarannya membuat murid melihat dengan jelas inti dari pokok pelajaran itu. Mereka dapat menangkap seluruh liputan pelajaran, bahkan mengalami kemajuan dalam proses belajar. Empat macam ciri khas yang harus diperhatikan pada saat memilih dan menuliskan sasaran pengajaran: 1. Inti dari sasaran harus disebutkan dengan jelas. 2. Ungkapan penting dari sasaran harus bertitik tolak dari konsep murid. 3. Sasaran harus meliputi hasil belajar. 4. Hasil sasaran yang dapat dicapai. Contoh: Contoh-contoh di atas telah menjelaskan empat macam hasil belajar yang berbeda: pengetahuan, pengertian, sikap, dan ketrampilan. Utamakan Susunan yang Sistematis Pengajaran yang tidak bersistem bagaikan sebuah lukisan yang semrawut, tidak memberikan kesan yang jelas bagi orang lain. Tidak adanya inti, tidak tersusun, tidak sistematis, akan sulit dipahami dan sulit diingat. Oleh sebab itu inti pengajaran harus disusun dengan teratur dan sistematis. Banyak Gunakan ContohKehidupanPada saat mengajar, seringlah menggunakan contoh atau perumpamaan kehidupan sehari-hari atau yang pernah dialami misalnya dalamperdagangan, rental, nilai uts / uas, dan lain sebagainyaContoh kehidupan adalah jembatan antara kebenaran ilmu dan dunia nyata Cakap Menggunakan Bentuk Cerita Bentuk cerita tidak hanya diutarakan dengan kata-kata, namun juga boleh dicoba dengan menambahkan gerakan-gerakan, yang memperdalam kesan murid. Bentuk yang paling lazim adalah menggunakan perumpamaan untuk menjelaskan kebenaran. Menggunakan Panca Indera Murid Penggunaan bahan pengajaran yang berbentuk audio visual berarti menggunakan panca indera murid. Bahan pengajaran audio visual bukan saja cocok untuk Sekolah Minggu anak-anak, juga untuk Sekolah Minggu pelbagai usia. Ensiklopedia adalah buku yang sering dipakai oleh para ilmuwan, namun di dalamnya terdapat banyak penjelasan yang menggunakan gambar-gambar. Itu berarti bahwa para ilmuwan pun perlu bantuan gambar untuk mengadakan penelitian. Para ahli pernah mengadakan catatan statistik selama 15 bulan, sebagai hasilnya mereka mendapatkan persentase dari isi pelajaran yang masih dapat diingat oleh murid: bagi murid yang hanya tergantung pada indera pendengaran saja masih dapat mengingat 28%, sedangkan bagi murid yang menggunakan indera pendengaran ditambah dengan indra penglihatan dapat mengingat 78%. Melibatkan Murid dalam Pelajaran Melibatkan murid dalam pelajaran dapat menambah ingatan mereka, juga motivasi dan kegemaran mereka. Cara itu dapat menghilangkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi ditengah pertukaran pikiran antara guru dan murid, selain mengurangi tingkah laku yang mengacau. Misalnya: biarkan murid menggunakan kata-katanya sendiri untuk menjelaskan argumentasi atau pendapatnya; biarlah murid menggali dan menemukan hubungan antar konsep yang berbeda, biarlah murid bergerak sebentar. Jika murid sibuk melibatkan diri dengan pelajaran, maka tidak ada peluang lagi untuk mengacau atau membuat ulah. Menguasai Kejiwaan Murid Guru yang ingin memberikan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid, tentu harus memahami perkembangan jiwa murid pada setiap usia. Ia juga harus mengetahui dengan jelas kebutuhan dan masalah pribadi mereka. Pengertian antara guru dan murid adalah syarat utama untuk komunikasi timbal balik. Komunikasi yang baik dapat membuat penyaluran pengetahuan menjadi lebih efektif. Gunakanlah Cara Mengajar yang Hidup Sekalipun memiliki cara mengajar yang paling baik, namun jika terus digunakan dengan tidak pernah diubah, maka cara itu akan hilang kegunaannya dan membuat murid merasa jemu. Cara yang terbaik adalah menggunakan cara mengajar yang bervariasi dan fleksibel, untuk menambah kesegaran. Menjadikan Diri Sendiri Sebagai Teladan Masalah umum para guru adalah dapat berbicara, namun tidak dapat melaksanakan. Pengajarannya ketat sekali, namun kehidupannya sendiri banyak cacat cela. Cara mengajar yang efektif adalah guru sendiri menjadikan diri sebagai teladan hidup untuk menyampaikan kebenaran, dan itu merupakan cara yang paling berpengaruh. Kewibawaan seseorang terletak pada keselarasan antara teori dan praktek. Jikalau guru dapat menerapkan kebenaran yang diajarkan pada kehidupan pribadinya, maka ia pun memiliki wibawa untuk mengajar.

Kamis, 27 Januari 2011

RISET DALAM DUNIA PENDIDIKAN

A. Pengertian Pendidikan

Dalam Dictionary of Education dinyatakan bahwa pendidikan adalah a) sebagai proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku di dalam masyarakat dimana ia hidup, b) sebagai proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terawasi (contohnya : sekolah ), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan emosional yang optimum.

B. Karakteristik Ilmu Pendidikan

Ilmu pendidikan adalah ilmu yang secara sistematis dan sistemik mempelajari interaksi sosial budaya antara peserta didik sebagai subyek dan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang dikehendaki yang menekankan pada pembentukan kemandirian dalam rangka belajar sepanjang hayat.
Ditunjau dari sifatnya, ilmu pendidikan merupakan disiplin keilmuan tersendiri yang otonom. Artinya ilmu pendidikan mengkaji sendiri dan menghasilkan konsep/teori tentang pendidikan seperti : belajar dengan berbuat (learning by doing), belajar mandiri, belajar sepanjang hayat. Disamping itu ilmu pendidikan menerapkan konsep atau teori yang dikembangkan dalam ilmu lain seperti : filsafat, psikologi, sosiologi, antropologi, administrasi/manajemen dan ekonomi yang diperlukan baik untuk memperkaya konsep kependidikan maupun untuk meningkatkan rekayasa pendidikan itu sendiri.
Ilmu pendidikan lebih tepat digolongkan ke dalam rumpun ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu budaya yang bersifat deskriptif dan reflektif. Apa yang menjadi obyek studi ilmu pendidikan ?
Yang menjadi obyek studi ilmu pendidikan ialah berbagai aspek interaksi sosial budaya antara peserta didik dengan pendidik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Bertitik tolak dari filosofis, psikologis dan sosial budaya yang menggambarkan obyek studi ilmu pendidikan, maka terdapat (5) lima komponen inti ilmu pendidikan yang membentuk batah tubuh ilmu pendidikan. Kelima komponen itu adalah:

1. Kurikulum; yaitu komponen yang berkenan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Konsep yang dikembangkan dalam teori kurikulum ini antara lain teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi kurikulum dan model-model pengembangan kurikulum.
2. Belajar; yaitu komponen yang berkenaan dengan proses pelaksanaan interaksi yang ditinjau dari sudut peserta didik. Teori yang dikembangkan dalam komponen ini antara lain : jenis dan cara belajar, hierarkis proses belajar dan kondisi-kondisi belajar.
3. Mendidik/mengajar ; yaitu komponen yang berkenaan dengan pelaksnaan interaksi yang ditinjau dari sudut pendidik. Teori yang dikembangkan antara lain bagaimana model mendidik/mengajar, metode/teknik mendidik dan sistem pengelolaan kelas.
4. Lingkungan Pendidikan; yaitu komponen yang berkenaan dengan bagaimana situasi interaksi pendidikan berlangsung beserta unsur-unsur penunjangnya. Teori yang dikembangkan antara lain : perencanaan dan pengelolaan pendidikan, bimbingan konseling, media pendidikan.
5. Penilaian; yaitu komponen yang berkenaan dengan cara mengetahui bagaimana/seberapa jauh tujuan yang diinginkan dicapai melalui interaksi belajar itu terwujud. Teori yang dikembangkan antara lain: model-model penilaian, metode/teknik menilai dan instrumen-instrumen penilaian.

Bidang-bidang spesialisasi dari batang tubuh ilmu pendidikan dapat dikembangkan menurut :
1. Komponen inti, yaitu kurikulum, belajar, mengajar, bimbingan, pengelolaan pendidikan dan penilaian.
2. Lingkungan (setting), yaitu pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah.
3. Jenjang dan jenis antara lain : pendidikan dasar, menengah, tinggi, pendidikan guru dan kejuruan.
4. Bidang studi, antara lain, IPS, MIPA Bahasa dan seni.
5. Kategori peserta didik.
6. Tenaga Kependidikan antar lain : Tenaga struktural, tenaga fungsional dan tenaga teknis.

C. Riset Dalam Pendidikan

Dalam rangka mengkaji dan mengembangkan teori-teori dalam berbagai komponen ilmu pendidikan, digunakan berbagai pendekatan baik secara deduktif maupun induktif/empirik. Pendekatan deduktif diterapkan dalam penetapan konsep dan cara-cara kependidikan yang bersifat umum dan mendasar. Sedangkan pendekatan induktif diterapkan dalam rangka pengkajian dan pengembangan konsep dan cara-cara kependidikan yang bersifat khusus dan teknik.
Penerapan pendekatan induktif/empirik dapat berupa pengujian hipotesis (positivistik), grounded research atau naturalistik serta studi pengembangan.
Bagaimana metode kerja yang dapat diterapkan dalam pengembangan ilmu pendidikan, dapat digunakan berbagai metode seperti content analisis, fenomenologis, ex-post facto, eksperimen, analisis masalah, studi kasus dan field testing.

KONSEP DASAR RISET

A. Pengertian Riset

Riset dapat diartikan sebagai seperangkat kegiatan yang sistematik dan terarah untuk pemecahan masalah, penemuan dan pengembangan batah tubuh ilmu (the body of knowledge) yang terorganisasikan. Riset dapat juga diartikan sebagai suatu bentuk metode kerja atau metode pemecahan masalah yang dilakukan secara terencana dan cermat untuk mendapatkan data, informasi (fakta), dan kesimpulan (konklusi) yang dapat menambah kemampuan memahami, meramalkan atau mengendalikan keadaan (peristiwa).

B. Karakteristik Riset

Pengertian Riset di atas sangatlah abstrak, oleh karena itu perlu diidentifikasikan karakteristik riset yang dapat menjelaskan bagaimana prinsip dan metodologi riset dilaksanakan. Karakteristik tersebut adalah :

1. Riset diarahkan untuk memecahkan masalah atau bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian atau melihat hubungan dua variabel atau lebih.
2. Riset menekankan pada pengembangan generalisasi, prinsip atau teori yang berguna di dalam memprediksi peristiwa mendatang.
3. Bersifat empirik, artinya berdasarkan pada pengalaman yang dapat diamati, peristiwa kejadian (bukti empirik).
4. Sistematik, Artinya merupakan suatu proses yang berstruktur, mengikuti prosedur tertentu dalam merumuskan masalah, identifikasi variabel, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, dan mengolah serta menganalisis data yang relevan dengan masalah yang dirumuskan.
5. Menuntut pengamatan dan pendeskripsian yang cermat dalam pengumpulan data dan analisis data yang tepat. Karena itu peneliti harus selektif dalam memilih atau mengembangkan instrumen.
6. Menuntut keahlian khusus, artinya menguasai metode riset, literatur yang relevan dengan masalah yang diteliti, konsep dan teknik yang diperlukan untuk memahami dan menganalisis data.
7. Obyektif, artinya terhindar dari pengaruh subyektif atau memaksakan kesimpulan yang dipengaruhi oleh emosi.
8. Reduktif, artinya tidak semata-mata mendeskripsikan apa yang terjadi tetapi menyimpulkan ke dalam konsep tertentu.
9. Replikatif, artinya memugkinkan dapat diuji kembali oleh orang lain dalam kesempatan dan tempat yang berlainan.

C. Kegunaan Riset

Manfaat atau kegunaan yang diperoleh dari riset, secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis kegunaan, yaitu Kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

1. Kegunaan Teoritis Fakta dan konsep yang merupakan penemuan suatu riset dapat menjadi informasi bagi ilmu pengetahuan. Dalam hubungan ini ilmu pengetahuan merupakan tujuan dari riset. Riset yang dilakukan untuk kepentingan pengembangan ilmu ini disebut dengan Basic Research (riset dasar). Masalah dan variabel yang diteliti, digali dan diangkat berdasarkan teori-teori yang ada dalam ilmu pengetahuan. Pengujian suatu hipotesis yang dirumuskan atas dasar teori keilmuan, banyak ditemukan dalam penelitian-penelitian untuk pengembangan ilmu.

2. Kegunaan Praktis Penemuan-penemuan dalam penelitian dapat pula dipergunakan untuk melihat kemungkinan apa yang akan terjadi (meramalkan) dan bagaimana mempersiapkan cara-cara menghadapinya atau mengendalikannya. Disini dilakukan langkah awal untuk melakukan perencanaan, pembinaan dan pengembangan suatu kegiatan. Dalam kaitan itu riset membantu dalam pengambilan keputusan dan cara-cara atau teknik menghadapi masalah kehidupan manusia yang pada akhirnya berfungsi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Riset semacam ini biasanya disebut riset terpakai atau applied research.

PENGERTIAN SAMPEL DALAM PENELITIAN

A. Pengertian Sampel

Sampel adalah contoh, monster, representan atau wakil dari suatu populasi yang cukup besar jumlahnya atau satu bagian dari keseluruhan yang dipilih dan representatif sifatnya. Aktivitas pengumpulan sampel disebut sampling.
Sedangkan populasi adalah totatlitas semua kasus, kejadian, orang atau hal. Populasi dapat berwujud sejumlah manusia, kurikulum, manajemen, alat-alat mengajar, cara mengajar, peristiwa. Dari semua populasi harus dapat ditegaskan/ditemukan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi bila akan dijadikan obyek penelitian.
Tujuan peneliti mengambil sampel adalah memperoleh keterangan mengenai obyek penelitian dengan jalan hanya mengamati sebagian saja dari populasi. Hal ini dilakukan karena berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan.

B. Alasan Penarikan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan karena sering tidak mungkin peneliti mengamati segenap anggota dari populasi yang relatif besar jumlahnya (satu persatu diamati). Misalnya tidak mungkin peneliti mencicipi buah rambutan sebanyak satu truk yang akan diteliti. Akan tetapi syarat utama pengambilan sampel adalah mewakili populasi. Beberapa alasan melakukan penarikan sampel adalah :
1. ukuran populasi (ada yang sangat besar bahkan tak terhingga)
2. Waktu, tenaga dan biaya.

A. Cara-cara Penarikan Sampel
1. Teknik Random Sampling
a. Simpel random sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan bebas secara acak. Teknik digunakan bila sampel homogen.
b. Penggunaan Tabel Bilangan Random
1) Setiap anggota populasi diberi nomor urut.
2) Menentukan bilangan random dalam tabel (statistik).
3) Menentukan kriteria desimal.
4) Menentukan angka permulaan pemilihan secara random.
5) Memilih nomor yang dimaksud.
1. Teknik Non Random Sampling

Dalam teknik ini tidak semua anggota populasi mendapat peluang untuk dijadikan sampel. Ada tiga jenis sampel kategori ini, yaitu :

a. Sampel Insidental (serampangan) Misalnya akan diteliti 100 mahasiswa UPI. Peneliti datang ke kampus sampai ditemukan 100 mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa yang diteliti adalah siapa yang ditemukan oleh peneliti di kampus.

b. Sampel Kuota (jatah) Teknik ini hampir sama dengan insidental kampus, hanya sebelum dilakukan pengambilan sampel terlebih dahulu dibuat kategori sampel menurut strata, lalu setiap strata diberi jatah.

c. Sampel Purposive (tujuan) Teknik ini digunakan berdasarkan pertimbangan tertetntu dari peneliti (subyektif). Misalnya peneliti ingin mengetahui bahwa siswa yang cara belajarnya teratur mempunyai prestasi tinggi. Maka peneliti hanya mengambil sampel siswa yang belajarnya teratur dan prestasinya tinggi.

A. Menentukan Besarnya Sampel
Pada prinsipnya tidak ada peraturan yang baku berapa persen sampel harus diambil dari suatu populasi. Namun menurut literatur penelitian pada umumnya berpendapat bahwa sampel yang melebihi lebih baik dari pada kekurangan. Artinya akan lebih baik sebanyak mungkin dari populasi. Untuk populasi 10 – 100 sebaiknya diambil seratus persen (100%). Di atas 100 – 300 bisa diambil 70% dan di atas 1000 cukup diambil 20%.
Jika sampel hanya 10 maka untuk mencari korelasi antara variabel X dengan Y dengan resiko kemungkinan sesat 5% dan memerlukan bilangan korelasi 0,632 (lihat hitungan statistik), sedangkan jika 100, maka diperlukan bilangan korelasi 0,195. untuk meredusir kesesatan perlu diberikan persyaratan yang ketat, terutama sampel kecil.

B. Faktor-faktor Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Penarikan Sampel
1. Jumlah populasi dan karakteristiknya sesuai dengan variabel yang diteliti.
2. Tingkat keberartian dalam membuat estimasi.
3. Batas maksimum kekeliruan penarikan sampel.
4. Tujuan penelitian, instrumen dan analisis data yang akan digunakan.
5. Sumber daya yang tersedia (biaya, waktu, tenaga)

Rabu, 19 Januari 2011

PERUBAHAN WIL LAUT TERETORIAL INDONESIA

Wilayah Indonesia terdiri atas daratan dan lautan dengan perbandingan luas wilayah daratan dengan lautan adalah 3:1. Hampir 70% wilayah Indonesia terdiri atas lautan. Dahulu, saat

zaman pendudukan Belanda wilayah perairan Indonesia ditetapkan 3 mil atau 5,5 km dihitung dari garis laut saat air sedang surut. Ketentuan tersebut mengikuti Territoriale Zee en Maritieme Ordonantie pada tahun 1939. Dengan perhitungan tersebut, banyak wilayah laut Indonesia yang bebas di antara

pulau-pulau. Hal ini sangat merugikan Indonesia sebab banyak kapal asing yang bebas mengambil sumber daya laut di Indonesia.

Pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah Indonesia mengambil sikap dengan menetapkan konsep wilayah perairan laut yang dikenal dengan Deklarasi Djuanda. Inti dari deklarasi
tersebut adalah laut serta perairan antarpulau menjadi pemersatu dan penghubung antarpulau, dan batas-batas wilayah laut diukur sejauh 12 mil dari garis dasar pantai pulau terluar.

Deklarasi Djuanda pada akhirnya mendapat pengakuan dunia pada tahun 1982 saat diadakan Konvensi Hukum Laut Internasional di Jamaika. Dalam konvensi tersebut ditetapkan bahwa dunia internasional mengakui keberadaan wilayah perairan Indonesia yang meliputi hal-hal berikut ini.

a. Perairan Nusantara

Perairan Nusantara merupakan wilayah perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis pangkal laut, teluk, dan selat yang menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain di Indonesia. Termasuk di dalamnya danau, sungai maupun rawa yang terdapat di daratan.

b. Laut Teritorial

Laut teritorial adalah wilayah laut dengan batas 12 mil dari titik ujung terluar pulau-pulau di Indonesia pada saat pasang surut ke arah laut. Perlu kalian tahu, bahwa jarak antara
satu negara dengan negara lain ada yang tidak terlalu jauh. Bagaimanakah bila dua negara menguasai satu laut yang lebarnya tidak sampai 24 mil? Bila hal itu terjadi maka wilayah laut teritorial
ditentukan atas kesepakatan dua negara yang bersangkutan. Batas laut teritorialnya ditentukan dengan garis di tengah-tengah wilayah laut kedua negara yang bersangkutan.

c. Batas Landas Kontinen

Batas landas kontinen adalah kelanjutan garis batas dari daratan suatu benua yang terendam sampai kedalaman 200 m di bawah permukaan air laut. Sumber kekayaan alam yang berada dalam
wilayah batas landas kontinen merupakan milik pemerintah Indonesia. Jadi, pemerintah Indonesia berhak melakukan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam yang berada di wilayah
batas landas kontinen.

d. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Pada tanggal 21 Maret 1980 Indonesia mengumumkan ZEE. Batas Zona Ekonomi Eksklusif adalah wilayah laut Indonesia selebar 200 mil yang diukur dari garis pangkal laut wilayah
Indonesia. Apabila ZEE suatu negara berhimpitan dengan ZEE negara lain maka penetapannya didasarkan kesepakatan antara kedua negara tersebut. Dengan adanya perundingan maka
pembagian luas wilayah laut akan adil. Sebab dalam batas ZEE suatu negara berhak melakukan eksploitasi, eksplorasi, pengolahan, dan pelestarian sumber kekayaan alam yang berada di dalamnya baik di dasar laut maupun air laut di atasnya. Oleh karena itu, Indonesia bertanggung jawab untuk melestarikan dan melindungi sumber daya alam dari kerusakan.

2. Peta Wilayah Laut Teritorial Indonesia

Pulau yang ada di wilayah Indonesia berjumlah lebih dari 17.500 pulau baik yang besar maupun yang kecil. Dengan banyaknya jumlah pulau menyebabkan Indonesia memiliki garis pantai yang panjang. Panjang garis pantai di Indonesia sejauh 81.000 km dan merupakan salah satu garis pantai yang terpanjang di dunia.

Adanya garis pantai yang panjang akan menguntungkan bagi negara itu, sebab kekayaan yang terkandung di dalamnya menjadi hak milik negara. Oleh karena itu, batas-batas wilayah
laut di Indonesia harus diakui oleh dunia internasional.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah laut teritorial Indonesia adalah 12 mil dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah 200 mil dari garis pantai.

3. Usaha Pelestarian Laut di Indonesia

Indonesia disebut sebagai negara maritim, karena sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan. Sebagai negara maritim keberadaan perairan memegang peranan penting dalam mempersatukan seluruh pulau-pulau yang berada di Indonesia. Laut memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan negara Indonesia.

Selain sebagai sarana penghubung antarpulau, laut juga merupakan penghasil sumber daya hayati dan sumber daya nonhayati. Sumber daya tersebut merupakan kekayaan bagi
negara Indonesia yang akan memberikan kesejahteraan bagi semua rakyat. Oleh karena itu, keberadaan laut beserta isinya perlu dijaga kelestariannya.

Tentunya tidak hanya pemerintah saja yang berkewajiban menjaga kelestarian laut, tetapi kalian sebagai warga negara Indonesia juga berkewajiban menjaganya. Adapun contoh usaha-
usaha dalam upaya pelestarian laut di Indonesia adalah sebagai berikut.

a. Menjaga air laut tetap bersih dengan cara melarang pembuangan sampah dan limbah di laut.

b. Adanya perlindungan terhadap hewan tertentu yang hidup di laut agar tidak menjadi punah.

c. Pelarangan menggunakan bahan peledak, bahan racun, dan aliran listrik saat menangkap ikan.

d. Pelarangan menggunakan jaring yang kecil saat menangkap ikan sebab dengan menggunakan alat tersebut ikan yang masih kecil akan ikut terjaring.

e. Adanya pelarangan merusak terumbu karang.

f. Menanam pohon bakau di sepanjang pantai.

g. Adanya larangan mengambil karang laut dalam jumlah besar. Apabila kalian melihat banyak sampah berserakan. Bila memungkinkan ambil dan buah di tempat sampah.

Sabtu, 15 Januari 2011

Perubahan Wilayah Provinsi di Indonesia

Wilayah Indonesia terbagi menjadi beberapa provinsi. Jumlah provinsi di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk, perubahan kemampuan ekonomi, faktor politik, dan sebagainya.

Perkembangan Jumlah Provinsi di Indonesia

Seiring dengan perkembangan negara dan perubahan politik, ekonomi, maupun jumlah penduduk, maka jumlah provinsi yang ada di Indonesia mengalami penambahan. Penambahan jumlah provinsi ini bukan berarti wilayah Indonesia bertambah luas. Jumlah provinsi yang bertambah merupakan pemekaran dari wilayah provinsi yang sudah ada.

Pada saat kemerdekaan, jumlah provinsi yang ada di Indonesia hanya 8, yaitu:

a. Provinsi Sumatra

b. Provinsi Jawa Barat

c. Provinsi Jawa Tengah

d. Provinsi Jawa Timur

e. Provinsi Borneo (Kalimantan)

f. Provinsi Sulawesi

g. Provinsi Sunda Kecil (Nusa Tenggara)

h. Provinsi Maluku

Pada saat itu, Pulau Irian belum menjadi bagian dari negara Indonesia karena Pulau Irian masih di bawah kekuasaan Belanda. Seiring berjalannya waktu, setelah Indonesia merdeka jumlah provinsi di Indonesia mengalami perkembangan.

Agar kalian lebih memahami mengenai pemekaran provinsi di Indonesia setiap tahunnya perhatikan keterangan di bawah ini

a. Tahun 1950

Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 11, adapun provinsi yang mengalami pemekaran adalah:

1) Provinsi Sumatra, berkembang menjadi tiga provinsi, yaitu Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan.

2) Provinsi Jawa Tengah, berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.

b. Tahun 1956

Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 15, adapun provinsi yang mengalami pemekaran adalah:

1) Provinsi Sumatra Utara berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Sumatra Utara dan DI Aceh.

2) Provinsi Jawa Barat berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta.

3) Provinsi Kalimantan berkembang menjadi tiga provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

c. Tahun 1957

Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 17 provinsi, adapun provinsi yang mengalami pemekaran adalah:

1) Provinsi Sumatra Tengah berkembang menjadi tiga provinsi, yaitu Sumatra Barat, Riau, dan Jambi.

2) Provinsi Kalimantan Selatan berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah

d. Tahun 1958

Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 20 provinsi. Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Sunda Kecil terbagi menjadi tiga provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

e. Tahun 1959

Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 21 provinsi. Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Sumatra Selatan terbagi menjadi Sumatra Selatan dan Lampung.

f. Tahun 1960

Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 22 provinsi. Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Sulawesi terbagi menjadi Sulawesi Utara dan Tengah serta Sulawesi Selatan dan Tenggara.

g. Tahun 1964

Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 24 provinsi, adapun yang mengalami pemekaran adalah:

1) Provinsi Sulawesi Utara dan Tengah berkembang menjadi dua, yaitu Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.

2) Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara berkembang menjadi dua, yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

h. Tahun 1967

Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 25. Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Sumatra Selatan berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Sumatra Selatan dan Bengkulu

i. Tahun 1969

Dengan masuknya Irian Jaya menjadi wilayah Indonesia, maka pada tahun itu jumlah provinsi di Indonesia bertambah satu, sehingga jumlah provinsi menjadi 26.

j. Tahun 1976

Pada tahun ini jumlah provinsi menjadi 27. Adapun provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terbagi menjadi dua, yaitu Nusa Tenggara Timur dan Timor-
Timur.

k. Tahun 1999

Lepasnya Provinsi Timor-Timur dari Indonesia menyebabkan jumlah provinsi berkurang satu menjadi 26. Pada tahun itu juga, ada beberapa provinsi yang mengalami pemekaran sehingga
menjadi 29 provinsi. Adapun provinsi tersebut adalah:

1) Provinsi Maluku mengalami pemekaran menjadi dua yaitu Maluku dan Maluku Utara.

2) Provinsi Irian Jaya terbagi menjadi dua provinsi yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat.

l. Tahun 2000

Pada tahun ini jumlah provinsi di Indonesia bertambah menjadi 32. Beberapa provinsi mengalami pemekaran di antaranya adalah:

1) Provinsi Sumatra Selatan berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Sumatra Selatan dan Bangka Belitung.

2) Provinsi Jawa Barat berkembang menjadi dua, yaitu Jawa Barat dan Banten.

3) Provinsi Sulawesi Utara berkembang menjadi dua, yaitu Sulawesi Utara dan Gorontalo.

Pada tahun ini jumlah provinsi di Indonesia bertambah menjadi 33. Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Riau menjadi Riau dan Kepulauan Riau.

Luas daratan di Indonesia mencapai 1,9 juta km2. Wilayah daratan yang luas ini terbagi menjadi beberapa provinsi. Coba kalian sebutkan provinsi-provinsi yang ada di Indonesia kemudian tunjukkan dalam peta! Berikut tabel yang memuat daftar nama-nama provinsi di Indonesia, dan ibu kota masing-masing.