Minggu, 16 Mei 2010

BAB II Kalimat Imperatif dalam Bahasa Tidung

Fungsi utama bahasa manusia adalah sebagai alat komunikasi antaranggota masyarakat pemiliknya yang diwujudkan secara lisan, tulisan, atau isyarat. Bahasa berwujud lisan dipakai secara langsung oleh pembicara dan lawan bicara ketika berhadap-hadapan. Wujud bahasa ini kita temukan dalam forum komunikasi lisan seperti dialog, pidato, diskusi, pembacaan berita melalui radio dan televise, dan Iain-lain. Bahasa berwujud tulisan dipakai oleh penulis dan pembaca yang tidak berhadapan secara langsung. Wujud bahasa seperti ini kita temukan dalam forum komunikasi seperti surat-menyurat, tulis-menulis atau karang-mengarang serta bentuk media tulis lainnya seperti reklame, pamphlet, brosur, dan Iain-lain. Bahasa berwujud isyarat dipakai oleh penindak bahasa dan penanggap bahasa melalui kode-kode tertentu yang sudah disepakati bersama. Wujud bahasa seperti ini kita temukan dalam forum komunikasi seperti pramuka dengan kode morse, rambu-rambu lalulintas, gerakan anggota badan, dan Iain-lain.
Komunikasi dalam wujud bahasa apapun selalu berupa penyampaian pesan, perasaan, dan pikiran. Pesan, perasaan, atau pikiran itu diungkapkan dengan ujaran atau kalimat seperti yang dikatakan oleh Nababan (1992 : 26)

bahwa fungsi bahasa ialah alat komunikasi atau penyampaian pesan/makna dari pembicara kepada lawan bicara. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa makna dalam komunikasi diungkapkan dengan kalimat. Berdasarkan pandangan pakar tersebut, penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi dalam wujud apa pun selalu dalam bentuk kalimat. Kalimat itu pasti bermakna karena membawakan pesan, perasaan, dan pikiran pembicara(bahasa lisan), penulis(bvahasa tulis), atau penindak bahasa(bahasa isyarat) kepada lawan bicara, pembaca, atau penanggap bicara.
Penyampaian pesan, pikiran, dan perasaan itu karena manusia didorong oleh kebutuhan psikologis baik secara individual maupun secara sosial. Singkamya, lahirnya bahasa dari seseorang itu karena dorongan kejiwaannya berdasarkan kebutuhan individu dan didukung oleh lingkungan social di sekelilingnya. Karena bahasa manusia selalu berkaitan dengan kejiwaannya dan kehidupan sosialnya, penulis ingin menjelaskan serba singkat mengenai hal-hal berikut.
1. Psikolinguistik
Psikolinguistik adalah suatu ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari segi kejiwaan manusia dikaitkan dengan jenis-jenis bahasa yang dimiliki oleh makhluk ciptaan Tuhan lainnya seperti jengkerik, kodok, burung,

kambing, dan Iain-lain. Bahasa itu begitu penting bagi kehidupan manusia seperti dikatakan oleh Nababan (1992 : 1) bahwa seandainya tidak ada bahasa dan kita tidak melakukan tindakan berbahasa maka identitas kita sebagai genus manusia (homosapien) akan hilang. Selanjutnya dijelaskan bahwa adanya bahasa membuat kita menjadi makhluk yang bermasyarakat. Kemasyarakatan kita tercipta dengan bahasa, dibina dan dikembangkan dengan bahasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa yang dilahirkan sebagai alat komunikasi adalah perwujudan jiwa pembicara, penulis, atau pelaku tindak bahasa yang lainnya dan dapat direspon oleh lawan bicara, pembaca atau penanggap bahasa lainnya berdasarkan suatu kesepakatan bersama. Kesepakatan bersama itu ber sifat arbitrer/mana suka.
2. Sosiolinguistik
Di samping berkaitan dengan jiwa manusia, bahasa itu juga berkaitan dengan kehidupan sosial manusia. Dalam berinteraksi dengan orang lain seseorang dapat menggunakan alat komunikasi lain selain bahasa seperti bunyi-bunyian, atau kode-kode yang lain. Namun, Chaer (1995 : 14) mengatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik,

paling sempurna dibandingkan dengan alat komunikasi lain termasuk alat komunikasi hewan.
Sosiolinguistik merupakan cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari segi social kemasyarakatan. Oleh karena itu, bidang kajian yang paling utama adalah mengenai hakikat bahasa berdasarkan faktor-faktor sosiologis. 2.1 Hakikat Bahasa
Bahasa itu adalah lambing bunyi. Bahasa hewan juga berupa lambing bunyi hanya tidak selengkap lambing bunyi bahasa manusia. Chaer (1995 : 14) mengatakan bahwa bahasa itu sebuah system lambing, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi. Jadi dengan kata lain bahwa bahasa itu dibentuk oleh unsur-unsur yang berpola tetap yang bersifat arbitrer dan tidak dapat dijelaskan mengapa demikian. Orang Tidung tidak akan bisa menjelaskan mengapa tempat tinggal mereka namakan ‘baley’ atau dalam bahasa Indonesia disebut ‘rumah’
2.2 Hakikat Komunikasi
Bahasa adalah alat komunikasi atau alat interaksi, baik lisan, tulisan, maupun isyarat. Suatu komunikasi itu bisa terjadi karena ada dua

pihak yang menggunakan bahasa atau lambing/simbol tertentu sebagai alatnya. Dalam KBBI (2003 : 585) dikatakan bahwa komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Jadi boleh dikatakan bahwa komunikasi adalah terjadinya hubungan dua pihak yaitu si pengirim bahasa/kode dan si penerima bahasa/kode, sehingga terjadi pula interaksi dari kedua belah pihak berupa pemaknaan pesan.
Di dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun secara tulis, unsur bahasa yang paling utama adalah kalimat. Kalimat dapat mewakili maksud pembicara atau penulis yang dapat dimaknai sebagai sebuah pesan bila disampaikan secara tertib sesuai dengan sistem bahasa itu. Untuk lebih jelasnya perlu dibahas sedikit mengenai kalimat.
3. Kalimat
Kalimat adalah suatu kondtruksi kebahasaan yang terdiri atas unsur segmental dan suprasegmental dan intonasi atau puntuasi akhirnya menunjukkan bahwa konstruksi itu sudah lengkap atau sudah selesai. Unsur segmental adalah kata atau kata. Unsur supra segmental adalah tekanan-tekanan (nada, tempo, dan dinamik), kesenyapan awal, kesenyapan akhir, dan perhentian-perhentian yang menyertai arus ujar itu yang kalau dalam bahasa

tulis dilambangkan dengan tanda baca berupa tanda koma, dan tanda titik. Intonasi berkaitan dengan lagu kalimat yaitu lagu berita akan berbeda dengan lagu perintah atau lagu Tanya. Misalnya : Ngakan muyu ! Orang Tidung akan segera melakukan suatu tindakan berupa ‘makan’ sesuai dengan perintah itu minimal dijawab “Ya!” atau “Tidak !”, sama dengan penutur bahasa Indonesia mendengar perintah “Makanlah !” Mulyana (2005 : 8) mengatakan bahwa kalimat memiliki serangkaian kata yang menyatakan pikiran dan gagasan yang lengkap dan logis . Bahkan Fokker (1980 : 11) dalam Mulyana (2005 : 8) menyatakan bahwa kalimat adalah ucapan bahasa yang memiliki arti penuh dan batas keseluruhannya ditentukan oleh intonasi. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa unsur bahasa yang paling dominant di dalam berkomunikasi adalah kalimat dan kalimat itu bermakna lengkap ditentukan oleh intonasi sedangkan intonasi itu bergantung pada isi kalimat itu sehingga Kosasih (2004 : 108) mengatakan bahwa transformasi suatu kalimat dapat dilakukan dengan cara mengubah intonasi kalimat itu, dari intonasi berita menjadi intonasi perintah atau intonasi tanya.

0 komentar: